Jakarta, CNN Indonesia -- Pengurus Pusat Muhammadiyah mengkritik pedas pemerintah terkait perlindungan dan penanganan kasus pembunuhan anak. Di mata Muhammadiyah, negara dinilai masih gagal dan abai dalam melindungi anak yang tergolong sebagai kelompok rentan.
"Tingginya kekerasan terhadap anak menunjukan betapa rusaknya moralitas bangsa dan rapuhnya keluarga sebagai basis perlindungan dan pendidikan anak," kata Sekretaris Umum PP Muhammadiyah, Abdul Mu'ti, melalui rilis tertulis, Senin (5/10).
Oleh karena itu, Abdul mendesak pemerintah untuk merevisi Undang-Undang Perlindungan Anak dan memperberat sanksi hukuman bagi pelaku kejahatan anak sehingga menimbulkan efek jera.
"Muhammadiyah mendesak kepada aparatur keamanan dan penegak hukum agar segera menangkap dan menghukum pelaku kejahatan anak dengan hukuman maksimal," ujarnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berdasarkan data dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI)
pada 2015 tercatat lima anak tewas akibat dibunuh dengan sadis, antara lain Angeline, dua anak yang tewas dimutilasi di Teluk Bintuni Jayapura, bocah Arif yang tewas dicukur dan dibotaki di Wonogiri Jawa Tengah, serta terakhir Putri Fauziah yang jasadnya dilakban dan ditaruh di dalam kardus. Selain itu, terdapat pula empat anak terindikasi meninggal akibat kekerasan teman sebaya, dan tiga di antaranya terjadi di sekolah.
Sementara itu, menanggapi penemuan jasad bocah perempuan di dalam kardus, Komisi VIII berencana memanggil Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Yohana Yembise untuk memberikan penjelasan.
Anggota Komisi VIII Maman Imanul Haq tak menyangka peristiwa sadis itu bisa terjadi di Ibu Kota. Dia mengira kematian bocah Angeline di Bali bakal menjadi kasus terakhir kekerasan terhadap anak di Indonesia.
"Ternyata kasus kekerasan terhadap anak adalah persoalan gunung es yang mengkhawatirkan. Indonesia darurat kekerasan terhadap anak," ujar Maman saat dihubungi Senin (5/10).
Politikus Partai Kebangkitan Bangsa itu menegaskan pemerintah perlu turun tangan menuntaskan persoalan kekerasan terhadap anak di Indonesia. Kematian anak yang membuat geger masyarakat Ibu Kota itu dinilai telah menunjukkan eskalasi modus pembunuhan dalam bentuk kekerasan terhadap anak.
"Harus ada gerakan masif yang sistematis untuk memerangi kekerasan terhadap anak. Saya akan meminta Menteri PPPA serta KPAI untuk memberi penjelasan tentang peristiwa kekerasan ini," kata Maman.
Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Asroroun Ni'am telah mendesak aparat kepolisian mengusut tuntas pembunuhan bocah perempuan yang ditemukan tewas di dalam kardus. Selain menangkap pelaku, polisi juga perlu mencari tahu motif di balik pembunuhan tersebut.
Menurut Ni'am, pembunuhan itu telah membuat geger warga lantaran dilakukan dengan cara yang sangat sadis. Selain terungkapnya dugaan tindak kekerasan seksual, pembunuhan juga dikemas dengan cara yang tidak manusiawi.
"Jika memang dalam penyelidikan nanti didapati unsur yang bisa menjadi jeratan hukuman, pelaku layak mendapatkan hukuman mati," kata Ni'am.
Pihak kepolisian saat ini masih terus memburu pelaku pembunuhan gadis belia 9 tahun yang ditemukan meninggal disebuah gang di kawasan Kalideres, Jakarta Barat. Penemuan jenazah korban membuat geger masyarakat lantaran jasad ditemukan dalam kondisi terikat, mulut tersumpal, dan meringkuk dalam kardus tanpa busana.
(utd)