Penyidik Bantah Denny Indrayana Ajukan Saksi Meringankan

Rinaldy Sofwan | CNN Indonesia
Selasa, 06 Okt 2015 12:29 WIB
Alih-alih saksi meringankan, menurut Mabes Polri, Denny mengajukan izin ke luar negeri untuk mengajar di Universitas Melbourne, Australia.
Denny Indrayana di Mabes Polri. (CNN Indonesia/Safir Makki)
Jakarta, CNN Indonesia -- Penyidik Badan Reserse Kriminal Polri membantah pernyataan bekas Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana yang mengatakan telah mengajukan lima orang saksi ahli meringankan.

Kepala Subdirektorat II Tindak Pidana Korupsi Komisaris Besar Djoko Purwanto, Selasa (6/10), mengatakan Denny yang sudah berstatus tersangka kasus dugaan korupsi itu bukannya mengajukan saksi meringankan, tapi mengajukan izin ke luar negeri.

"Tidak ada permohonan saksi ahli. Denny datang ke sini mengajukan surat izin permohonan mengajar di Universitas Melbourne," kata Djoko di Markas Besar Polri, Jakarta.
Dia mengatakan, permintaan itu tidak bisa dipenuhi karena berkas perkara dugaan korupsi Payment Gateway yang menjerat Denny belum rampung. Oleh karena itu pula Polri masih memberlakukan pencegahan terhadap Denny untuk bepergian ke luar negeri.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Masa pencegahan itu, kata Djoko, sebenarnya habis pada 1 Oktober, namun sudah diperpanjang sejak 28 September untuk mempermudah proses pemberkasan.

Kemarin Denny mendatangi Markas Besar Polri di Jakarta. Dia mengaku mengajukan lima orang saksi meringankan untuk diperiksa penyidik.

Saksi itu di antaranya Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Andalas Saldi Isra, staf pengajar Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada Zainal Arifin Mochtar, dan ahli hukum administrasi negara Universitas Padjadjaran Asep Warlan Yusuf.

Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Gajah Mada Himawan Praditya dan ahli hukum administrasi negara Zudan Arif juga diajukan Denny.

Lima orang ini, kata Denny, "Bisa membantu menjelaskan bahwa kasus pembayaran paspor elektronik itu inovasi, bukan korupsi."

Dalam kasus ini penyidik mempersoalkan pembukaan rekening bank swasta atas nama perusahaan rekanan dalam sistem besutan Denny. Bank itu digunakan untuk menampung dana sebelum disalurkan ke kas negara.

Sistem itu juga memungut biaya tambahan sebesar Rp5 ribu dari setiap pemohon paspor. Denny berulang kali mengatakan pungutan tersebut adalah biaya transfer antarbank yang sifatnya wajar dan tidak melanggar hukum.

Pemerintah sendiri mengharuskan aliran dana langsung disetorkan ke kas negara. Bank yang menjadi penampung dana pun mesti ditunjuk oleh Menteri Keuangan bukan pihak perusahaan rekanan. (utd/agk)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER