Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohamad Nasir menegaskan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Global Institute Commerce and Industry (STIE GICI) harus lapor ke kementeriannya bila ingin protes soal status nonaktif yang ditetapkan pada instansi tersebut.
Pernyataan itu ia lontarkan menanggapi protes pihak GICI karena ijazah 422 mahasiswa yang terancam dicabut karena dianggap tidak sah. Namun, Yusril Ihza Mahendra selaku kuasa hukum GICI mengatakan pencabutan ijazah tersebut tidak berdasarkan dalil hukum yang sah. "Saat ini statusnya kami baru berikan surat peringatan ke GICI. Kalau memang sudah ditemukan bukti kuat mereka melakukan kecurangan maka kami akan cabut izinnya. Segera, setelah ada bukti kuat," kata Nasir saat ditemui di Kemenristekdikti, Senayan, Jakarta, Selasa (6/10).
Nasir menegaskan pelaporan oleh pihak GICI mutlak diperlukan bila instansi tersebut berniat mengadakan wisuda. Dari laporan tersebut, pihak Nasir selanjutnya akan mengecek terlebih dulu apakah instansi tersebut telah melakukan proses belajar dengan benar."Kalau sudah nonaktif, sebaiknya jangan wisuda dulu. Harus lapor. Kalau dalam laporan memang setelah dilacak enggak benar, maka sanksi terberat adalah pencabutan izin," kata Nasir.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Nasir mengatakan pelaporan oleh kampus nonaktif bisa dilakukan lewat Kopertis (Koordinasi PT). "Nanti baru dicek apakah bisa wisuda lagi atau tidak, tergantung proses belajarnya, apakah sudah sesuai atau belum," katanya.
Jumlah PT nonaktif telah berkurang menjadi 239 PT siang tadi. Nasir berjanji akan terus menelusuri kecurangan di kampus-kampus nonaktif itu. "PT yang curang akan saya tutup. Saat ini belum ada lagi PT yang ditutup, tetapi tunggu saja, berita selanjutnya," kata Nasir.
Ketua Tim Investigasi Ijazah Palsu Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) Supriyadi Rustad menduga kuat Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Global Institute Commerce and Industry (STIE GICI) telah melakukan pelanggaran berat berupa mengeluarkan ijazah tanpa proses pembelajaran yang benar. "Kami menemukan sebanyak 422 mahasiswa GICI mendapatkan ijazah padahal tidak pernah kuliah," kata Supriyadi saat dihubungi pada Selasa (6/10).
Supriyadi juga memaparkan bahaa timnya menemukan bahwa satu semester yang seharusnya hanya untuk satu mata kuliah ternyata malah untuk dua mata kuliah. "Kami menemukan mahasiswanya hanya masuk tiga hari dengan total enam jam per minggu. Kami juga menemukan GICI buka cabang di Batam untuk D3, tetapi menawarkan ijazah S1," kata Supriyadi.