Jakarta, CNN Indonesia -- Penyidik Badan Reserse Kriminal Polri kembali memeriksa Sekretaris Jenderal Kementerian Keuangan Hadiyanto. Ia diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi kondensat bagian negara.
Meski tidak merinci, informasi pemeriksaan ini dibenarkan oleh Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Brigadir Jenderal Bambang Waskito. "Ya benar, hari ini diperiksa," ujarnya, Rabu (7/10).
Hadiyanto yang diperiksa selaku komisaris PT Trans Pacific Petrochemical Indotama (TPPI). Pemeriksaan kali ini merupakan pemeriksaan ketiga dirinya. Terakhir, dia mesti menyambangi Markas Besar Polri, Senin lalu
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam kasus ini, TPPI sebagai mitra Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas (BP Migas) diduga ditunjuk dengan menyalahi prosedur. Akibatnya, proses jual beli mengakibatkan utang-piutang yang berujung pada kerugian negara.
Berdasarkan penelusuran CNN Indonesia, nama Hadiyanto tercantum dalam risalah rapat pembahasan krisis utang TPPI yang dipimpin Wakil Presiden Jusuf Kalla 21 Mei 2008 silam. Saat itu dia yang masih menjabat sebagai Direktur Jenderal Kekayaan Negara hadir mewakili Sri Mulyani sebagai Menteri Keuangan.
Saat itu rapat dimulai pukul 16.50 WIB. Sejumlah menteri yang hadir dalam rapat penyehatan neraca TPPI antara lain Boediono yang kala itu menjabat sebagai Menteri Koordinator Bidang Perekonomian dan Purnomo Yusgiantoro selaku Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Hadir pula dalam rapat itu tersebut Kepala BPH Migas dan Direktur Utama Pertama Ari Hernanto Soemarno.
Dalam risalah rapat tersebut, disebutkan yang mewakili TPPI antara lain Komisaris Utama dan Wakil Direkturnya.
"Amir Sambodo selaku komisaris juga hadir dalam rapat tersebut," kata Anggito Abimanyu, mantan Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) kepada CNN Indonesia.
Amir Sambodo saat itu juga tercatat sebagai Presiden Direktur perusahaan induk TPPI, yakni PT Tuban Petrochemical Industries.
Setengah jam berjalan, tepatnya pukul 17.20 WIB, rapat selesai. Anggito mengatakan rapat tersebut memutuskan Pertamina selaku offtaker menalangi utang TPPI sekitar Rp1 triliun.
Kasus dugaan korupsi yang ditangani polisi ini sendiri bermula ketika TPPI menjual kondensat bagian negara dari BP Migas sejak Mei 2009 hingga Maret 2010. Pada prosesnya, penjualan justru mengakibatkan piutang negara sebesar US$160 juta atau Rp2 triliun.
Meski menimbulkan piutang negara, penjualan terus dilanjutkan sehingga piutang negara semakin membengkak.
Tindakan ini diduga menyalahi peraturan BP Migas Nomor KPTS-20/BP00000/2003-S0 tentang Pedoman Tata Kerja Penunjukan Penjualan Minyak Mentah/Kondensat Bagian Negara dan Keputusan Kepala BP Migas Negara Nomor KPTS-24/BP00000/2003-S0 tentang Pembentukan Tim Penunjukan Penjualan Minyak Mentah Bagian Negara.
Saat ini berkas sudah diserahkan secara informal ke jaksa penuntut umum. Sementara itu, pelimpahan formalnya masih harus menunggu hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
Anggota VII BPK Achsanul Qosasi kepada CNN Indonesia mengatakan audit itu telah diselesaikan. Namun, Kepala Bareskrim Komisaris Jenderal Anang Iskandar mengaku belum secara resmi menerima laporan tersebut.
Baru tiga tersangka yang ditetapkan terkait kasus ini, yakni bekas Kepala BP Migas Raden Priyono, bekas Deputi Finansial Djoko Harsono dan bekas Direktur Utama TPPI Honggo Wndratmo. Kepala Subdirektorat Pencucian Uang Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Komisaris Besar Golkar Pangraso mengatakan, ada kemungkinan tersangka dalam kasus bakal bertambah.
(sur)