Publik Kecewa dengan Sikap Pemerintah soal PLTU Batang

Aulia Bintang Pratama | CNN Indonesia
Rabu, 07 Okt 2015 23:00 WIB
Masyarakat dan aktivis kecewa lantaran pemerintah belum bisa memberikan kepastian soal rencana pembangunan PLTU Batang.
Puluhan warga Batang bersama LSM Greenpeace Indonesia melakukan aksi teatrikal di depan Merdeka, Jakarta, Rabu 3 Juni 2015. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia -- Masyarakat dan aktivis lingkungan kecewa karena pemerintah tak memberikan kepastian soal pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap di Kabupaten Batang, Jawa Tengah.

Meski sudah berunjuk rasa dan bertemu Kepala Staf Kepresidenan Teten Masduki, masyarakat batang dan aktivis belum mendapatkan jawaban pasti.

Padahal dalam aksi unjuk rasa di depan Istana Negara awal pekan ini, pengunjuk rasa sempat dibawa ke Polres Jakarta Pusat lantaran melewati batas waktu yang diberikan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Juru Kampanye Energi dari Greenpeace Indonesia Desriko Malayu Putra mengatakan, saat bertemu Teten, aktivis dan masyarakat banyak membahas soal rencana pembangunan itu. Masyarakat meminta agar pemerintah membatalkan proyek tersebut.

"Kami membicarakan soal kriminalisasi yang warga alami dalam proses pembebasan lahan, warga mengatakan bahwa PLTU akan menghancutkan wilayah pertanian produktif milik mereka," kata Riko, Rabu (7/10).

Namun saat itu Teten hanya mengatakan akan menyampaikannya ke Presiden Joko Widodo. "Tidak ada kata pasti soal pembatalan, jawabannya hanya akan disampaikan ke presiden," katanya.

Proyek PLTU Batang dimulai pada 2011 lalu dengan tender yang dimenangkan PT Bhimasena Power Indonesia (BPI). Perusahaan ini adalah konsorsium dari tiga perusahaan yakni PT Adaro dan dua perusahaan asal Jepang PT Jpower dan PT Itochu.

Total dana yang dibutuhkan untuk membangun dipatok pada angka US$4 juta atau sekitar Rp60 triliun.

Ditargetkan proyek akan selesai dan bisa beroperasi pada 2016 mendatang. Namun karena terkendala pembiayaan hingga tenggat waktu yang telah ditentukan, pembangunan urung dilaksanakan.

Berdasarkan data Greenpeace, pertama kalinya PT BPI gagal memenuhi tenggat pembiayaan pada 6 Oktober 2012. Lalu karena gagal memenuhi tenggat maka pemerintah saat itu memperpanjang tenggat hingga 6 Oktober 2013.

Sayangnya, perpanjangan tenggat tersebut bernasib sama dengan sebelumnya dan akhirnya perpanjangan kembali dilakukan hingga 6 Oktober 2014.

Setelah perpanjangan tersebut financial closing tetap belum bisa dipenuhi, hingga tenggat kembali diperpanjang hingga kemarin, Selasa (6/10). Jika ditotal, perpanjangan tenggat financial closing proyek PLTU Batang terjadi empat kali.

PT BPI gagal memenuhi tenggat waktu pembiayaan tersebut karena masyarakat menolak memberikan lahan mereka. Itu menyebabkan proses pembebasan lahan belum tuntas hingga waktu yang telah ditetapkan.

Kejar Target 35 Ribu Megawatt

Keinginan pemerintah untuk terus mewujudkan pembangunan PLTU di Batang disinyalir memiliki hubungan dengan program penambahan daya listrik sebanyak 35 ribu megawatt (MW). Namun begitu, Greenpeace Indonesia menilai belum tentu program tersebut bisa berjalan dengan lancar.

Riko mencontohkan dengan program yang hampir sama yang dicanangkan pada 2006 silam. Saat itu program cepat soal listrik adalah PLTU menambah daya listrik di Indonesia sebanyak 9000 MW. Sayangnya, program tersebut berakhir dengan hasil yang kurang memuaskan.

"Sampai tahun 2010, jumlah daya listrik yang berhasil ditambahkan baru sekitar 15 MW," kata Riko.

Program kedua pun dicanangkan, tepatnya pada 2010 dengan penambangan sebanyak 19 ribu MW. Namun sayang hasil yang ditunjukkan tidak jauh berbeda dengan program pertama.

"Untuk fast track kedua hingga 2012 baru 5 MW yang berhasil ditambahkan," katanya.

Berdasarkan fakta-fakta tersebut, muncul keraguan bahwa program 35 ribu MW yang dicanangkan di awal pemerintahan Presiden Indonesia Joko Widodo akan berjalan dengan lancar. Seharusnya, kata Riko, pemerintah fokus menyelesaikan dua program sebelumnya dibanding mengeluarkan program baru.

"Fast track satu dan dua sudah bermasalah. Jadi apakah mungkin proyek kali ini akan terealisasi, padahal proyek sebelumnya belum selesai," ujar Riko. (sur)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER