Wakil Ketua MPR Heran dengan Usulan Draf Revisi UU KPK

Arbi Sarwanto | CNN Indonesia
Kamis, 08 Okt 2015 15:59 WIB
Hidayat Nur Wahid menjelaskan dalam pemberantasan korupsi diperlukan sinergi antara KPK, Kejaksaan, dan Kepolisian.
KPK TOLAK REVISI UU KPK. (ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan)
Jakarta, CNN Indonesia -- Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Hidayat Nur Wahid menyatakan keheranannya dengan usulan revisi Undang-Undang Nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi yang dilontarkan beberapa fraksi di Dewan Perwakilan Rakyat.

Pasalnya, saat ini DPR tengah menjadi tuan rumah Global Organization of Parlementarians Against Corruption (GOPAC) di Yogyakarta, dan Wakil Ketua DPR Fadli Zon terpilih menjadi presidennya.

"Yang anehkan sekarang DPR sedang mengadakan GOPAC dan ajukan Fadli sebagai presiden. Seharusnya semakin membuktikan bahwa DPR di garda terdepan pemberantasan korupsi. Usulan fraksi-fraksi itu akan bertentangan dengan GOPAC," ujar Hidayat di Gedung DPR RI, Jakarta, Kamis (8/10).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT


Wakil Ketua Majelis Syuro PKS itu mempertanyakan usulan mayoritas datang dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu. Sebab, sebelumnya Presiden Joko Widodo telah menolak usulan dari Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly sehingga menjadi tanda tanya baginya ketika saat ini PDIP mengusulkan kembali revisi UU KPK.

Hidayat menolak jika draf revisi UU KPK disebut sebagai usulan DPR. Sebab, ia melihat usulan itu baru sebatas dari beberapa fraksi yang ada di parlemen.

"Saya koreksi media yang menyebutkan DPR akan revisi UU KPK. Karena itu baru usulan beberapa fraksi di DPR. Ini bukan usulan dan inisiatif DPR tapi inisiatif beberapa fraksi. Karena Fraksi PKS menolak, lalu ada Gerindra, PAN, Demokrat juga menolak," ujar Hidayat.


Hidayat juga heran dengan pembatasan masa kerja KPK menjadi 12 tahun. Menurutnya tidak ada jaminan lembaga Kepolisian dan Kejaksaan siap meneruskan fungsi KPK setelah 12 tahun.

Dalam pemberantasan korupsi diperlukan sinergi antara KPK, Kejaksaan, dan Kepolisian. Jika itu berjalan maka KPK akan menguatkan penegak hukum yang lain dalam pemberantasan korupsi. Namun, Hidayat menilai penting pembentukan dewan etik agar KPK jalankan kewajibannya secara profesional dan tidak diintervensi kekuatan politik.

Ia menilai isi draf usulan revisi UU KPK kontroversial dan memperlihatkan seolah-olah DPR melemahkan KPK. Sehingga, ia meminta agar parlemen fokus menuntaskan tunggakan 39 program legislasi nasional (prolegnas) prioritas tahun 2015 yang baru terselasaikan tiga UU.


Adapun Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah menyatakan hari ini pihaknya akan menyampaikan surat kepada Presiden Joko Widodo untuk membahasal masa depan revisi UU KPK sebagai tindak lanjut atas hasil rapat Badan Musyawarah, yang meminta Pimpinan DPR berkonsultasi kepada Presiden.

"Hari ini kita akan kirim surat kepada presiden untuk minta waktu konsultasi. Kalau presiden katakan saya tidak mau revisi UU KPK, ya sudah, selesai itu. Karena kita nggak mugkin beri penekanan," ujar Fahri di Gedung DPR RI, Jakarta, Kamis (8/10).


Badan Legislasi DPR belum menyepakati usulan dua rancangan undang-undang yakni revisi atas UU Nomor 30 tahun 2002 tenting Komisi Pemberantasan Korupsi dan RUU Pengampunan Nasional untuk dapat dibahas serta dimasukan dalam Program Legislasi Nasional (prolegnas) prioritas 2015. Pembahasan ini akan dijadwalkan berlanjut Senin pekan depan.

Terdapat total 45 anggota DPR yang menjadi inisiator revisi UU KPK, dengan rincian 15 orang dari Fraksi PDIP, 11 orang dari NasDem, 9 orang dari Golkar, 5 orang dari Partai Persatuan Pembangunan, 3 orang dari Hanura, dan 2 orang dari Partai Kebangkitan Bangsa. (bag)
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER