Jakarta, CNN Indonesia -- Puluhan aktivis alumni 21 perguruan tinggi dan mahasiswa yang tergabung dalam Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Indonesia memadati Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Mereka menyerukan penolakan terhadap Rancangan Undang-Undang Nomor 30 tahun 2002 tentang KPK yang diusulkan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Para pegiat antikorupsi ini datang dengan sebuah spanduk bertuliskan "Tolak RUU KPK, Save KPK". Beberapa di antara mereka mengenakan
headband berwarna kuning bertuliskan "Save KPK". Di tangan mereka, sebuah kaus tangan merah menyimbolkan perlawanan terhadap korupsi.
"Kami datang untuk menyampaikan kami Gerakan Anti Korupsi (GAK) akan menggalang masyarakat bahwa siapa saja yang melemahkan KPK akan berhadapan dengan masyarakat. Kita harus melawan. Kita di belakang KPK," kata Rudy Johanes, Koordinator GAK, di Gedung KPK, Jakarta, JUmat (8/10).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Rudy bersama seluruh anggota GAK menantang 45 pengusul RUU KPK ini untuk berhadapan langsung dengan masyarakat. Menurut Rudy, beleid yang diusulkan merupakan bentuk dukungan kepada para koruptor.
Pengusul beleid terdiri dari 45 politikus beragam fraksi di DPR. Mereka adalah 15 orang dari Fraksi PDI Perjuangan, 11 orang Fraksi NasDem, 9 orang Fraksi Golkar, 5 orang Fraksi PPP, 3 orang Fraksi Hanura, dan 2 orang Fraksi PKB.
"Kami akan ke DPR. 45 orang yang menginisiasi RUU ini akan berhadapan dengan masyarakat," ucap alumni Universitas Indonesia ini.
Usai memberi sambutan, salah seorang pegiat bernama Emi Hatfield membacakan tiga poin deklarasi dukungan untuk lembaga antirasuah.
"Kami dari Gerakan Anti Korupsi menyatakan sikap. Menentang dengan keras setiap uapaya melemahkan KPK dan menentang keras upaya dukung koruptor dari jertaan hukum. Meminta DPR membatalkan kedua RUU tersebut. Menyerukan kepada seluruh rakyat untuk tidak memilih wakil rakyat yang melemahkan KPK," kata Emi.
Presiden Joko Widodo sebelumnya juga telah menolak RUU KPK lantaran iklim politik tak mendukung. Hal serupa muncul dari komisioner KPK yang menekankan enam poin penolakan keras untuk kebijakan itu.
Pelaksana Tugas Ketua KPK Taufiequrachman Rukie mengatakan, RUU KPK melemahkan dan mengamputasi kewenangan lembaganya. "Mereka (DPR) jangan-jangan tidak paham kenapa UU KPK dibuat dulu," katanya saat jumpa pers di Kantor KPK, Jakarta.
Masyarakat sipil yang terbentuk dalam Koalisi Pemantau Peradilan juga mengkritik tajam. Mereka menjabarkan 11 poin yang dinilai melemahkan kewenangan KPK. Sejumlah kewenangan seperti penyadapan, penyelidikan, penyidikan, penyitaan, dan penuntutan, coba dipangkas melalui rancangan usulan DPR itu.
"Jangan bunuh KPK," kata peneliti Indonesia Corruption Watch Abdullah Dahlan saat jumpa pers.
Namun salah satu inisiator RUU KPK dari Fraksi Golkar Muhammad Misbakhun menegaskan, bahwa rancangan yang beredar akhir-akhir ini bukanlah buatan DPR RI. Menurutnya, rapat Badan Legislasi yang dilakukan beberapa waktu lalu baru sebatas membicarakan perihal pengambilalihan insiatif revisi dari pemerintah ke DPR.
(rdk)