KPK Hanya Berharap Dukungan Rakyat untuk Berantas Korupsi

Aghnia Adzkia | CNN Indonesia
Jumat, 09 Okt 2015 17:10 WIB
Puluhan pegawai KPK ikut aksi menolak RUU KPK, termasuk Direktur Gratifikasi KPK sekaligus mantan capim KPK Giri Suprapdiono.
Pelaksana Tugas Ketua KPK Taufiequrachman Ruky bersama alumni lintas perguruan tinggi melakukan aksi menolak revisi UU KPK di Jakarta, Jumat, 9 oktober 2015. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia -- Pelaksana Tugas Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Taufiequrachman Rukie mengaku saat ini tengah ditekan sejumlah pihak dengan kemunculan Rancangan Undang-Undang (RUU) KPK usulan DPR. Beleid tersebut dinilai melemahkan komisi antirasuah melalui pemangkasan sejumlah wewenang di antaranya penyadapan, penyelidikan, penyidikan, penyitaan, dan penuntutan.

"Ketika gerakan antikorupsi ditekan dari kanan dan kiri, sandaran para pelaksana ini hanya ada pada gerakan-gerakan masyarakat," kata Rukie di depan pegiat antikorupsi dan awak media di Kantor KPK, Jakarta, Jumat (8/10).

Gerakan tersebut, dianggap ruki, "memperkuat semangat kami untuk maju terus." Ruki dalam sambutannya, juga meneriakan kepada masyarakat sipil lain untuk terus melawan para koruptor. Sembari mengepal tangan ke atas, Ruki berkata, "Lawan!"

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Selain Ruki, pimpinan lainnya juga tampak hadir. Mereka adalah Adnan Pandu Praja, Zulkarnaen, dan Indriyanto Seno Adji. Penolakan juga muncul dari pegawai komisi antirasuah.

Puluhan pegawai ikut keluar gedung dan memadati pelataran gedung. Turut hadir dalam aksi tersebut Direktur Gratifikasi KPK sekaligus mantan capim KPK Giri Suprapdiono.

"Kami pegawai akan melawan segala tindakan yang melemahkankan KPK secara organisasi," kata Faisal saat orasi bersama pegawai KPK lainnya.

Kooordinator Gerakan Anti Korupsi (GAK) Rudy Johanes mengkritik RUU KPK yang membatasi kewenangan KPK. Kewenangan tersebut seperti pembatasan usia lembaga antirasuah hanya 12 tahun.

Menurut Rudy, RUU tersebut bertentangan dengan amanat TAP MPR 1998 tentang Aparat Negara yang bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme; TAP MPR VIII/2001 tentang Rekomendasi Arah Kebijakan Pemberantasan dan Pencegahan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme; serta UU 7/2006 tentang Pengakuan Ratifikasi Konvensi PBB Anti Korupsi(UNCAC).

"Perlu dicatat bahwa kedua TAP MPR tersebut adalah amanah utama reformasi dan setiap kebijakan yang bertentangan dengan kedua TAP MPR tersebut berarti pengkhianatan terhadap nilai-nilai luhur reformasi yang kita lakukan bersama," kata Rudy.

Tolak RUU Pengampunan Nasional

Selain pada kebijakan RUU KPK, gerakan masyarakat yang terdiri dari alumni 21 perguruan tinggi di Indonesia ini juga menentang RUU Pengampunan Nasional. Menurut Rudy, koruptor tak perlu diampuni melalui special amnesty.

Dalam draf RUU Pengampunan Nasional yang diperoleh CNN Indonesia disebutkan, pemerintah menjanjikan pengampunan bagi setiap individu dan badan usaha, berupa penghapusan sanksi administrasi perpajakan, sanksi pidana pajak, hingga sanksi pidana umum.

Namun ada kasus penyelewengan uang negara yang tak bisa diampuni seperti kasus terorisme, narkotika, dan perdagangan manusia.

"RUU Pengampunan Nasional semakin mengerdilkan peran trisula penegak hukum dan sangat bias mendukung kepentingan para koruptor, pelaku pencucian uang pelaku pembalakan liar, pelaku penjarahan hasil maritim, pelaku kejahatan perbankan dan pelaku kejahatan terorganisir lainnya," kata Rudy.

Para pegiat antirkorupsi meminta DPR membatalkan pengajuan kedua RUU tersebut yang dinilai telah mengkhianati amanah reformasi. Selain itu, mereka juga menyerukan kepada seluruh rakyat Indonesia untuk tidak memilih para wakil rakyat yang berniat melemahkan KPK. (rdk/rdk)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER