Jakarta, CNN Indonesia -- Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Muhammad melaporkan sejumlah pelanggaran yang dilakukan aparatur sipil negara menjelang proses pemilihan kepala daerah 2015. Ada sepuluh pelanggaran yang dilaporkan Bawaslu kepada Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANBR).
Salah satu yang paling memprihatinkan, menurut Muhammad, adalah pelanggaran yang terjadi di Pemalang, Jawa Tengah. Dia mengatakan, pagi tadi pihaknya mendapat laporan ada pejabat sekretaris desa di Kabupaten Pemalang yang bertindak curang.
Muhammad menuturkan, Sekda Pemalang telah melakukan intervensi kepada stafnya untuk mendukung salah satu calon kepala daerah. Calon yang didukung adalah Bupati Pemalang yang kembali mencalonkan diri pada Pilkada 2015.
Sengketa berawal saat Wakil Bupati Pemalang ikut mencalonkan diri sebagai lawannya. Namun Komisi Pemilihan Umum tidak meloloskan karena dinyatakan tidak memenuhi syarat. Sementara Bupati telah memenuhi syarat dan dinyatakan lolos.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di sisi lain, Panwaslu menilai bahwa wakil bupati yang mencalonkan diri tersebut telah memenuhi syarat dan ditetapkan sebagai peserta Pilkada. Ketentuan itu telah sesuai dengan undang-undang.
"Ternyata Sekda tidak senang dengan keputusan Panwaslu yang meloloskan wakil bupati, lalu (anggota Panwaslu) diinstruksikan untuk balik kanan," ujar Muhammad di kantor Kementerian PANBR, Jakarta, Jumat (2/10).
Muhammad mengatakan bahwa Sekda mempertanyakan mengapa Panwaslu meloloskan wakil bupati, padahal sebelumnya sudah ada komitmen untuk mendukung bupati saat ini untuk maju kembali.
Sekda kemudian memerintahkan tiga pegawai negeri sipil untuk mengundurkan diri dari sekretariat Panwaslu. Bahkan menurut Muhammad, Sekda tersebut sempat mengancam akan memutasi mereka ke desa.
"Nangis saya, Pak, dengar laporan itu. Gara-gara keputusan Panwaslu yang meloloskan wakil bupati, tiga PNS itu ditarik," kata Muhammad mengadu ke Menteri PANBR Yuddy Chrisnandi.
Pelanggaan ini, lanjut Muhammad, telah mencederai Pilkada. Dia mengatakan, aparatur sipil negara seharusnya berkerja sama dengan Bawaslu mengawal Pilkada bersih dan netral.
"Ini yang terang-terangan norak melakukan pendukungan terhadap salah satu incumbent, tetapi yang tidak norak lebih banyak jumlahnya, Pak Menteri," kata Muhammad saat memberikan sambutan acara penandatanganan nota kesepahaman di Kantor Kementerian PANBR.
Menteri Yuddy langsung menanggapi laporan pelanggaran tersebut. Dia menyatakan kasus itu merupakan salah satu bentuk pelanggaran netralitas aparatur sipil negara di dalam Pilkada.
Dia juga menyatakan bahwa pejabat tersebut tidak mengindahkan surat edaran yang sudah dikeluarkan bersama. Sebelumnya, Kementerian PANBR mengeluarkan surat edaran pada 22 Juli 2015. Surat itu berisi ketentuan agar seluruh aparatur sipil negara dapat bertindak netral dalam Pilkada, tidak menggunakan fasilitas jabatan, tidak menyalahi kewenangan, dan juga tidak melakukan intervensi.
"Kami akan mengirim tim investigasi untuk menindaklanjuti dengan pengenaan sanksi kepada yang bersangkutan," kata Yuddy.
Sementara, Ketua Komisi Aparatur Sipil Negera Sofian Effendi mengatakan, selama ini sanksi yang diberikan atas pelanggaran semacam itu hanya berupa teguran. Sofian mengklaim, kali ini sanksinya lebih tegas.
Dia menyebutkan beberapa sanksi yang akan diberikan terhadap aparat sipil negara yang tidak netral dalam Pilkada, yaitu penurunan pangkat, tidak mempromosikan jabatan kepada yang bersangkutan, pemberhentian kerja, bahkan sampai pembatalan pencalonannya.
"Tujuan dari netralitas ini kan, menghambat terjadinya intervensi politik," kata Sofian.
(pit)