Jakarta, CNN Indonesia -- Komisi Pemberantasan Korupsi melakukan kajian tentang kerugian negara dari sektor kehutanan. Fokus kajian yang dilakukan lembaga antirasuah terdapat pada aspek dana reboisasi (DR) dan provisi sumber daya hutan (PSDH).
Dalam penelitian yang dilakukan berdasarkan data 2003 hingga 2014 tersebut, KPK menemukan bahwa ada kerugian yang terjadi akibat proses penerimaan negara bukan pajak (PNBP). Tak tanggung-tanggung, kerugian yang dialami negara selama rentang 11 tahun mencapai Rp 86,9 triliun.
"Seharusnya pemerintah memungut penerimaan sebesar Rp 93,9 hingga Rp 118 triliun,” tulis rilis dari KPK yang diterima CNN, Kamis (15/10). Namun menurut KPK yang dipungut oleh pemerintah sejak 2003 hingga 2014 hanya Rp 31 triliun.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Peneliti Direktorat Penelitian dan Pengembangan Kedeputian Bidang Pencegahan KPK Hariadi Kartodiharjo mengungkapkan dalam rentang 2003 hingga 2014 pemerintah seharusnya menerima pungutan PNBP maksimal Rp 9,83 triliun per tahun.
Namun dalam kajian yang dikeluarkan KPK, negara hanya mendapat dana kurang lebih Rp 2,81 triliun, hanya sekitar 20 persen dari total yang seharusnya diterima.
"Berarti pungutan per tahun yang tak maksimal dan menyebabkan kerugian negara berkisar pada Rp 5,24 hingga Rp 7,24 triliun," kata Hariadi saat ditemui di sebuah diskusi di Jakarta.
Sebagai catatan, pungutan PNBP tersebut berasal dari dana reboisasi dan provisi sumber daya hutan di Indonesia. Namun, data dana reboisasi dan provisi sumber daya hutan tersebut juga berkaitan dengan jumlah produksi volume kayu di Indonesia.
Seperti diketahui volume produksi kayu di Indonesia banyak yang tidak tercatat oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Produksi kayu yang tercatat jauh lebih rendah dibanding volume kayu yang ditebang dari hutan alam Indonesia.
Seharusnya pada rentang waktu 11 tahun tersebut produksi yang tercatat mencapai angka 630 hingga 772 juta meter kubik.
Namun pada kenyataannya yang tercatat dalam PNBP yang dimiliki Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan hanya sekitar 19 sampai 23 persen dari angka yang seharusnya.
Dalam diagram yang diperlihatkan Hariadi, sepanjang 2003-2014 jumlah terbanyak produksi yang tercatat terjadi sekitar tahun 2011 di angka 200 juta meter kubik.
Selebihnya, angka yang tercatat berkisar di bawah 200 juta, bahkan ada yang di bawah 100 juta meter kubik.