Semarang, CNN Indonesia -- Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumulo mengakui bahwa potensi konflik di Kabupaten Aceh Singkil sudah terdeteksi sejak awal. Namun hal ini tidak ditindaklanjuti sehingga kerusuhan pecah dan menimbulkan korban jiwa.
"Potensi konflik sudah terdeteksi sejak awal, namun sayang deteksi dini itu tidak ditindaklanjuti," kata Tjahyo usai menghadiri Dies Natalis ke-59 Universitas Diponegoro di Semarang, Jawa Tengah.
Tjahjo membantah jika tidak dicegahnya kerusuhan itu adalah kesalahan intelijen. "Intelijen tidak kecolongan," katanya.
Karena itu ia meminta siapa saja yang terlibat atau bersalah dalam kejadian ini untuk bisa dimintai pertanggungjawabannya secara hukum.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau memang dari camat maupun bupati ternyata salah, ya harus diproses," kata politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu.
Sebelumnya Direktur Riset Setara Institute Ismail Hasani menilai, Bupati Aceh Singkil Safriadi sebagai representasi negara turut memprakarsai kerusuhan bersentimen agama ini.
Kerusuhan adalah dampak dari kegagalan kepemimpinan Bupati Safriadi dan Gubernur Aceh Zaini Abdullah dalam mengelola keberagaman.
"Disebabkan karena adanya perjanjian 1979 yang diskriminatif bagi umat Kristiani," kata Ismail dalam keterangan tertulisnya.
Dalam catatan Setara, Provinsi Aceh juga memiliki Peraturan Gubernur nomor 25 tahun 2007 tentang Pedoman Pendirian Rumah Ibadah yang diskriminatif. Bahkan Pergub ini, kata Ismail, lebih diskriminatif ketimbang Peraturan Bersama Menteri (PBM) tentang hal yang sama.
Sementara itu Bupati Safriadi mengatakan, ada kesepakatan antarwarga di Aceh Singkil bertahun-tahun lalu. “Ada perjanjian damai antara umat Kristen dan Islam pada 1979 yang dikuatkan lagi di musyawarah tahun 2001,” kata dia kepada CNN Indonesia.
Berdasarkan perjanjian damai tersebut, ujar Safriadi, di Aceh Singkil disetujui berdiri satu gereja dan empat undung-undung (tempat ibadah kecil). Namun kini ternyata jumlah rumah ibadah telah lebih dari yang disepakati.
Hal inilah yang menimbulkan gejolak. Desakan untuk pembongkaran pun datang dari warga setempat. Namun di sisi lain, ada yang keberatan pada rencana pembongkaran.
Pada akhirnya ada kesepakatan untuk pembongkaran 10 undung-undang pada tanggal 19 Oktober. Namun warga tak sabar dan bergerak sendiri pada 13 September lalu sehingga pecah kerusuhan.
(sur)