Jakarta, CNN Indonesia -- Eks ajudan istri Suryadharma Ali, Mulyanah Acim, mengaku mengajukan sejumlah nama kader Partai Persatuan Pembangunan (PPP) untuk mendapatkan jatah haji.
Mereka masuk ke dalam Petugas Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH). Padahal, sesuai aturan, petugas haji haruslah Pegawai Negeri Sipil atau PNS yang memiliki kehalian khusus.
"Sebagian (yang saya ajukan) adalah pengurus PPP DPC Bekasi dan Karawang. Yang saya kenal Yusuf Ismail dan Fatimah Azahra. Tapi tidak semua (kader). Ada juga guru dan PNS," kata Mulyanah saat bersaksi untuk terdakwa Suryadharma di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Jumat (16/10).
Nama-nama tersebut pun diajukan kepada Kementerian Agama melalui staf khusus Suryadharma, Ermalena Muslim. Ermalena dan Suryadharma adalah kader dari partai berlambang ka'bah itu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Mereka (kader partai) minta tolong ke saya. Terus saya kasih nama itu ke Bu Ermalena. Proses selanjutnya saya tidak tahu," katanya.
Dalam sidang sebelumnya, mantan Kepala Bagian Tata Usaha Pimpinan Kementerian Agama Syaifuddin Syafii menyebutkan PPIH ditunjuk Ermalena. Nama yang dipilih Ermalena disetor ke direktur Pelayanan Haji dan Umroh (PHU).
"Bu Ermalena sangat dekat dengan orang-orang Pak Menteri, baik keluarga maupun partai PPP. Bu Ermalena termasuk yang mengusulkan PPIH sama satu orang lainnya, ajudan Bu Menteri (Mulyanah Acim)," ujar Syaifuddin saat menjadi saksi untuk Suryadharma di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (5/10).
Komunikasi terkait penunjukkan PPIH pun dilakukan melalui dua orang tersebut. Apabila tak disebutkan keduanya, Syaifuddin mengaku tak akan tahu siapa yang termasuk dalam panitia haji. Suryadharma pun menyerahkan penentuan petugas haji kepada ajudannya.
Setiap petugas haji dibiayai oleh negara dan menerima honor dari pemerintah. Honor dibayar sebanyak 70 persen sebelum berangkat dan 30 persen setelah ibadah di Arafah. Honor di Mekkah selama 65 hari dibayar dengan honor Rp 45,5 juta. Di Madinnah dan Jeddah selama 75 hari akan dibayar Rp 52,5 juta.
Penunjukkan PPIH dinilai oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tak sesuai standar. KPK mendakwa Suryadharma telah menggunakan kewenangannya untuk melakukan praktik kolutif dengan melibatkan orang terdekat. Selain PPIH, modus lainnya yakni dengan penyewaan perumahan jamaah haji yang tidak memenuhi standar, dan pemanfaatan sisa kuota haji nasional oleh segelintir orang.
Suryadharma didakwa melanggar Pasal 2 ayat 1 juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto pasal 55 ayat 1 ke-1.
(utd)