Menteri Luhut Sebut Revisi UU untuk Kendalikan KPK

Prima Gumilang | CNN Indonesia
Sabtu, 17 Okt 2015 14:19 WIB
Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan pemerintah tak ingin KPK menjadi seperti 'monster' yang tak terkendali.
Menkopolhukam Luhut Binsar Pandjaitan saat pembukaan rakornas Tim Terpadu Penanganan Konflik Sosial di Hotel Bidakara, Jakarta, Rabu (16/9). (DetikFoto/ Agung Pambudhy)
Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan mengklaim bahwa selama ini pemerintah berupaya mengakomodasi usulan semua kalangan. Salah satunya mengenai revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK).

Menurut Luhut, revisi tersebut dilakukan dalam konteks untuk kebaikan negeri. Dia mengatakan, pada dasarnya pemerintah ingin memperkuat KPK, bukannya malah memperlemah pemberantasan korupsi.

"Kami ingin KPK tetap kuat. Tapi kami juga tidak ingin KPK menjadi seperti monster yang tidak ada yang mengendalikan," kata Luhut saat menggelar pertemuan dengan pimpinan partai politik di Hotel Borobudur, Jakarta, Jumat (16/10).
Saat ini pemerintah tengah menggodok revisi UU KPK. Ada beberapa poin yang bakal direvisi dalam kebijakan tersebut. Salah satunya yaitu mengenai kewenangan KPK dalam menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Selain kewenangan tersebut, yang menjadi materi revisi yaitu soal perlunya lembaga pengawas KPK. Poin berikutnya yaitu mengenai kewenangan penyadapan oleh KPK perlu diatur ulang. Pemerintah juga menyoroti penyidik independen lembaga antirasuah itu.

Di sisi lain, sejumlah tokoh masyarakat mendesak pemerintah dan DPR menghentikan upaya revisi UU KPK. Peneliti Indonesia Corruption Watch Donal Fariz menilai tidak ada satu pun draf UU yang bertujuan memperkuat KPK.
Salah satu anggota Panitia Seleksi Pimpinan KPK 2015, Betty Alisjahbana menilai UU KPK yang ada saat ini sudah cukup baik dan tidak perlu direvisi.

Jika DPR ingin merevisi, ujarnya, maka perlu ada sinkronisasi dengan undang-undang lainnya, seperti UU KUHAP, UU KUHP, maupun UU Tipikor. "Jadi aneh kalau ini direvisi duluan. Seharusnya itu duluan yang direvisi," katanya beberapa waktu lalu.

Pengajar Ilmu Hukum Universitas Indonesia, Bambang Widodo Umar menilai revisi UU tersebut berkaitan dengan konflik yang belakangan terjadi antara kepolisian dan KPK.

Sementara tokoh rohaniawan Benny Susetyoaji memandang, Pemerintah dan DPR tidak memiliki kesadaran bahwa korupsi menjadi musuh bersama. Dia mendesak agar Presiden Joko Widodo bersikap tegas untuk menolak revisi UU KPK.

"Ada persoalan bangsa ini yang seolah ada lembaga KPK itu mengambat perkembangan pembangunan, banyak pejabat takut diawasi," kata Benny. (utd)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER