Terima Suap Rp15 Miliar, Fuad Amin Divonis Delapan Tahun

Aghnia Adzkia | CNN Indonesia
Senin, 19 Okt 2015 12:55 WIB
Bekas Bupati Bangkalan Fuad Amin Imron terbukti menerima suap sebesar Rp15,65 miliar dalam perkara jual beli gas alam di Bangkalan, Madura.
Terdakwa penerima suap kasus jual beli gas alam Bangkalan, Madura Fuad Amin Imron (kanan) usai menjalani sidang dengan agenda pembacaan putusan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (15/10). (ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A)
Jakarta, CNN Indonesia -- Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta memvonis bekas Bupati Bangkalan Fuad Amin Imron dengan pidana penjara delapan tahun. Fuad Amin terbukti menerima suap sebanyak Rp15,65 miliar dari PT Media Karya Sentosa (PT MKS). Fuad juga terbukti melakukan tindak pidana pencucian uang sebesar Rp197,2 miliar.

"Menjatuhkan pidana kepada Fuad Amin dengan pidana selama delapan tahun dan pidana denda sebesar Rp1 miliar, apabila tidak dibayar, diganti pidana kurungan selama 6 bulan," kata Hakim Ketua Mukhlis saat membacakan amar putusan, Senin (19/10).

Vonis diambil dengan pertimbangan memberatkan yakni Fuad Amin tidak mendukung upaya negara memberantas korupsi. Majelis hakim juga mempertimbangkan hal yang meringankan yakni Fuad Amin berlaku sopan dalam sidang, belum pernah dihukum, lanjut usia, dan sakit-sakitan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Vonis ini lebih ringan dari tuntutan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi yakni 15 tahun penjara dan denda Rp3 miliar subsider 11 bulan kurungan.
Fuad dalam sidang mengaku menerima duit dari Direktur Pengembangan Sumber Daya Manusia PT MKS Antonius Bambang Djatmiko. Duit suap diakui Fuad diberikan empat kali dalam empat bulan pada tahun 2013. Dua bulan diterimanya saat ia menjabat sebagai bupati dan dua bulan lainnya saat ia purna tugas.

"Semua uang yang diterima saya itu ada. Tapi tidak saya gunakan. Saya tidak pernah meminta," kata Fuad Amin saat pemeriksaan dirinya sebagai terdakwa di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (17/9) lalu.

Fuad menerangkan uang tersebut adalah 'uang sagu hati' yang diartikan Fuad sebagai ucapan terima kasih dari Bambang atas bantuan Fuad memuluskan jual beli gas alam di Blok Poleng, Bangkalan, Madura. Dalih lainnya, uang merupakan duit kompensasi yang diberikan ke Badan Usaha Milik Daerah setempat, PD Sumber Daya. Kompensasi didapat dari kesepakatan dengan PT MKS.

Sebelumnya Bambang telah divonis dalam kasus yang sama. Bambang dijebloskan ke penjara selama dua tahun atas pidana menyuap Fuad Amin.

Menurut hakim, pengakuan Fuad soal nominal penerimaan uang tak sesuai dengan fakta. Hakim sepakat dengan jaksa KPK bahwa Fuad telah menerima duit suap dari PT MKS melalui Bambang sebanyak Rp15,6 miliar.
Suap bermula ketika PT MKS ketika hendak membeli gas alam di Blok Poleng, Bangkalan. Pada saat yang bersamaan, Perusahaan Daerah Sumber Daya (PD SD) juga menginginkan hal yang sama. Kemudian, Bambang melobi Fuad agar PT MKS dapat membeli gas bumi dari PT Pertamina EP di Blok Poleng Bangkalan. Fuad Amin pun sepakat untuk membantu.

Selain itu, Fuad juga memberikan dukungan PT MKS kepada Kodeco Energy, Co Ltd terkait permintaan penyaluran gas alam ke Gili Timur. Untuk merealisasikan permohonan tersebut, baik PT MKS maupun PD SD sepakat membuat nota perjanjian. Akhirnya, PT MKS dan PD SD menandatangani surat perjanjian konsorsium pemasangan pipa gas alam di Gresik dan Gili Timur.

Fuad Amin mengarahkan perjanjian konsorsium PT MKS dengan PD Sumber Daya dan memberikan surat dukungan permohonan alokasi Kodeco sehingga PT MKS memperoleh alokasi gas alam dari PT Pertamina EP.

Tak berselang lama, BP Migas menunjuk PT Pertamina EP sebagai penjual gas kepada PT MKS. Pada tanggal 5 September 2007, PT Pertamina EP dan PT MKS menandatangani Perjanjian tentang Jual Beli Gas Alam untuk Pembangkit Listrik di Gresik dan Gili Timur, Madura.

Atas bantuan tersebut, Bambang menyetorkan duit dalam bentuk tunai dan melalui transfer ke beberapa rekening yang telah ditentukan oleh Fuad. Selain Fuad, untuk penyetoran duit tunai juga diserahkan melalui ajudannya, Abdul Rauf dan seseorang bernama Taufik. Setoran terbagi dalam dua kategori, yakni setoran bulanan dan setoran insidentil.

Bambang dalam sidang untuk terdakwa lainnya, sempat mengaku uang bulanan untuk Fuad ditransfer ke rekening Fuad sementara permintaan insidentil disetorkan ke rekening orang lain yang telah ditentukan Fuad.

Mulanya, Bambang menyerahkan duit sebanyak Rp50 juta tiap bulan secara tunai. Duit diberikan sejak medio tahun 2009 hingga Juni 2011. Setelah itu, nominal duit pelicin melonjak empat kali lipat menjadi Rp200 juta sejak Juli 2011 hingga akhir Desember 2013.

Tak berhenti di situ, melonjaknya duit suap kembali terjadi menjadi Rp600 juta mulai Januari 2014 hingga November 2014. Selain duit rutin, PT MKS juga terbukti menyetor duit suap secara temporer. Duit yang disetor sedikitnya senilai Rp6 miliar baik melalui sejumlah kerabat maupun langsung kepada dirinya.
Selain suap, Fuad juga terbukti melakukan tindak pidana pencucian uang. Dalam kasus pencucian uang, Fuad diduga menyebar duit miliaran rupiah ke sejumlah rekening kerabat dan keluarganya. Ia juga membeli mobil Alphard bernomor polisi B 1250 TFU pada tanggal 8 September 2009. Harga mobil berwarna perak tersebut senilai Rp 875 juta.

Modusnya, Fuad menggunakan KTP milik adik iparnya bernama Kusnadi untuk membeli mobil itu. Modus yang sama digunakan untuk membeli rumah di kawasan Cipinang, Jakarta Timur dan sejumlah apartemen di Jakarta.

Pembelian aset Fuad Amin melalui peminjaman nama sejumlah orang terdekatnya merupakan bentuk modus menyamarkan asal usul harta. Harta tersebut diduga berasal dari korupsi Fuad saat menjabat sebagai Bupati Bangkalan, Madura.

Fuad dijerat Pasal 12 huruf b UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana, juncto Pasal 64 ayat 1 KUHPidana, Pasal 3 Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, juncto Pasal 65 ayat (1) KUHPidana, dan Pasal 3 ayat (1) huruf a dan c Undang-Undang RI Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang junto Pasal 65 ayat (1) KUHPidana.

Menanggapi vonis, pengacara Fuad Amin, Rudi Alfonso mengaku belum memutuskan apakah akan mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi DKI atau tidak. "Kami mewakili terdakwa, pikir-pikir," kata Rudi dalam sidang.

Hal yang sama diucapkan oleh Jaksa KPK Pulung Rinandoro. "Kami pikir-pikir, Yang Mulia," katanya.

Majelis hakim selanjutnya memberikan waktu selama tujuh hari bagi kedua belah pihak untuk mengajukan banding. Jika tak ada langkah hukum maka diartikan telah berkekuatan hukum tetap atau inkracht. (sur)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER