Kapolri: Kasus Tambang Lumajang Beda dengan Daerah Lain

Rinaldy Sofwan | CNN Indonesia
Senin, 19 Okt 2015 14:34 WIB
Struktur kasus dan karakter masyarakat tidak sama dari daerah satu ke daerah lainnya. Karena itu, penanganan kasusnya tidak bisa disamakan.
Sejumlah aktivis melakukan teaterikal saat menggelar Aksi Solidaritas untuk Salim Kancil dan Tosan di depan Istana Negara, Jakarta, Kamis 1 Oktober 2015. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia -- Kepala Polri Jenderal Badrodin Haiti menilai kasus pertambangan liar yang berujung pada pembunuhan aktivis Salim Kancil di Lumajang, Jawa Timur, tidak bisa disamakan dengan kasus-kasus yang terjadi di daerah lain.

"Tidak bisa digeneralisir, setiap persoalan itu pasti berbeda-beda. Itu yang ditangani polisi apakah di Lumajang itu sama dengan di Sumatera Barat, di Ciamis, Tasik itu sama? Kan penyelesaiannya beda," kata Badrodin di Markas Besar Polri, Jakarta, Senin (19/10).

Menurut Badrodin, struktur kasus dan karakter masyarakat berbeda dari daerah satu ke daerah lainnya. Karena itu, penanganan kasusnya tidak bisa disamakan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Selain itu, pemerintah daerah masing-masing juga perlu dilibatkan dalam penanganan kasus ini. "Harusnya jadi pelajaran buat Pemerintah Daerah," kata Badrodin.

Pemerintah Jawa Timur, menurutnya, sudah mulai mengkaji masalah pertambangan ilegal yang terjadi di daerahnya. Badrodin mengapresiasi langkah tersebut dan menilai langkah itu patut dicontoh.

Pembunuhan Salim sempat mendapatkan reaksi keras dari masyarakat di berbagai daerah yang merasa bernasib sama. Awal bulan ini, ribuan petani desa mendatangi kantor Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah di Semarang untuk menuntut penanganan tambang liar dan penyerobotan tanah di daerahnya.

Dalam orasinya, koordinator aksi Syukur mengatakan para petani tak ingin seperti Salim Kancil, petani Lumajang yang jadi korban kebrutalan mafia tambang.  "Kami tak ingin menjadi Salim Kancil. Kami ingin aparat hukum dalam hal ini Kejaksaan bisa melindungi kami dan menyeret pelaku aksi penambangan liar dan penyerobotan tanah yang mengorbankan kami kaum petani.”

Sebelumnya, di Jember, Jawa Timur, puluhan aktivis lingkungan berunjuk rasa menuntut pemerintah membatalkan Keputusan Menteri ESDM tentang Penetapan Wilayah Pertambangan Pulau Jawa dan Bali. Para aktivis juga sempat menjemput Rektor Universitas Jember Mohammad Hasan untuk ikut bersama-sama berunjuk rasa.

Dalam aksi tolak tambang yang digelar di kawasan Kampus Universitas Jember itu, sang rektor menyatakan dukungannya terhadap aksi tersebut. Sebagai bentuk dukungan nyata, Hasan menyatakan bahwa universitasnya sudah menyiapkan bantuan advokasi terhadap warga anti tambang.

“Apa yang terjadi seharusnya tidak sampai terjadi seperti itu, oleh karena itu kami akan dukung pihak terkait agar proses hukum berjalan dengan baik dan terselesaikan. kami dengan teman teman di sini akan membantu advokasi terkait kasus di Lumajang,” kata Hasan. (Baca: Komisi III Duga Pemda Terlibat di Pembunuhan Salim Kancil)

Kasus Salim Kancil berawal dari aksi damai menolak tambang yang dia gelar besama teman-temannya. Tak lama setelah menggelar aksi, Salim dan salah seorang rekannya, Tosan, justru dibawa paksa dan dianiaya oleh sekelompok orang. Salim kehilangan nyawanya akibat perbuatan itu, sementara Tosan menderita luka berat.

Kini, penyelidikan kasus ini berkembang pada dugaan keterlibatan pemerintah daerah setempat dan anggota kepolisian. Kepala Desa Selok Awar-Awar Hariyono beserta puluhan warga telah ditetapkan sebagai tersangka. Sementara tiga oknum polisi menjalani sidang etik lantaran diduga menerima suap dari si Kepala Desa. (obs)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER