SETAHUN JOKOWI-JK

Tak Patuh Anggaran, Kabinet Kerja Belum Terapkan Nawa Cita

Bagus Wijanarko | CNN Indonesia
Selasa, 20 Okt 2015 16:53 WIB
Ketua BPK menyebut, ketidakpatuhan terjadi bisa saja karena para penyelenggara tidak memahami alur penggunaan anggaran.
Mahasiswa IPB melakukan aksi menuntut janji pemerintahan Jokowi-JK di depan Istana Bogor, Jabar, Kamis (19/3). (ANTARA FOTO/Jafkhairi)
Jakarta, CNN Indonesia -- Hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) semester I 2015 mencatat, terjadi ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan yang mengakibatkan enam persoalan berdampak pada keuangan negara. Ketidakpatuhan menimbulkan kerugian negara dan potensi kerugian negara mencapai total Rp 33,46 triliun dengan jumlah 15.434 permasalahan.

Dari enam persoalan, yang terbesar adalah pontensi kerugian negara sebanyak 444 permasalahan senilai Rp 11,51 triliun; diikuti kekurangan penerimaan Rp 7,84 triliun dari 1.135 permasalahan; dan ketidakefisienan Rp 7,8 triliun hanya dengan 12 permasalahan.

Tiga akibat lain dari ketidakpatuhan tersebut yaitu terajdi ketidakhematan Rp 2,6 triliun dari 24 permasalahan; dugaan kerugian negara Rp2,25 triliun dari 3.030 permasalahan; dan ketidakefektifan Rp 1,4 triliun dari 3.281 permasalahan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

“Bisa saja ada kesengajaan, bisa saja ada kelalaian dari petugas yang mengelola keuangan negara untuk mengapakan aturan yang sebenarnya tegas," ujar Ketua BPK Harry Azhar Azis di Kantor Presiden, Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (12/10).

Pernyataan Harry itu memang bukan tanpa alasan setelah BPK menemukan ketidakpatuhan yang telah memengaruhi keuangan negara puluhan triliun. Harry menyebut, ketidakpatuhan terjadi bisa saja karena para penyelenggara tidak memahami alur penggunaan anggaran.

"Ada juga sebagian yang tidak paham, itu yang kami minta Presiden supaya paling tidak dua kementerian terus menerus melatih meningkatkan capacity building,” kata Harry.

Dua kementerian yang dimaksud Harry yaitu Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Keuangan. Bahkan menurut Harry, salah satu perkembangan tren positif di pemerintah daerah adalah hasil kerja Kemendagri.

BPK juga menyoroti fungsi Satuan Pengawasan Internal (SPI) di setiap kementerian dan lembaga. Harry menyebut, jika SPI berjalan dengan baik, maka ketidakpatuhan terhadap ketentuan UU yang berujung pada persoalan keuangan negara tidak akan terjadi.

"Biasanya kalau berjalan, maka kepatuhan pada UU umumnya turun pelanggarannya. Semakin sesuai peaturan dengan angka wajar, tidak terjadi markup, tidak terjadi segala macam," ujar Harry.

Temuan BPK tersebut mendapat respons dari Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA). FITRA menyebut, hasil audit BPK itu menunujukan bahwa pengelolaan anggaran pemerintah belum sesuai dengan poin kedua Nawa Cita yang digagas Presien Joko Widodo.

Poin kedua Nawa Cita yaitu membuat pemerintah tidak absen dengan membangun tata kelola pemerintahan bersih, efektif, dan demokratis.

Selain poin kedua, ketidakpatuhan juga mencerminkan bahwa poin keempat Nawa Cita belum berjalan sebagaimana mestinya. Poin keempat yaitu menolak negara lemah dengan melakukan reformasi sistem dan penegakan hukum yang bebas korupsi, bermartabat, dan terpercaya.

BPK telah menyampaikan 24.169 rekomendasi hasil pemeriksaan semester I tahun 2015 dengan entitas yang diperiksan senilai Rp15,66 triliun. Dari jumlah itu, ada 5.826 rekomendasi atau 24 persen senilai Rp256 miliar yang telah sesuai rekomendasi.

Sebanyak 9.068 rekomendasi atau 37 persen senilai Rp1,61 triliun belum sesuai dan dalam proses tindak lanjut; masih ada 9.271 rekomendasi senilai Rp13,8 triliun belum ditindaklanjuti; dan ada empat rekomendasi senilai Rp57,45 juta tidak dapat ditindaklanjuti.

Menanggapi hal itu, Jokowi meminta agar para menteri menindaklanjuti hasil pemeriksaan BPK. (rdk)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER