Jakarta, CNN Indonesia -- Wacana revolusi mental yang digaungkan pemerintahan Joko Widodo dinilai belum membuahkan hasil konkret selama satu tahun kinerja pemerintah. Hal itu setidaknya diamini oleh sejumlah pimpinan komisi yang ada di parlemen.
Ketua Komisi IX DPR Dede Yusuf Macan Effendi mengaku sampai saat ini tidak tahu arti dari revolusi mental yang dimaksud pemerintah. Dia tidak mengerti apa yang hendak dituju pemerintah, bagaimana penerapannya, dan apa makna yang hendak diangkat.
Politikus Partai Demokrat itu mengaku pernah berkunjung ke BKKBN dan mendapati ada program revolusi mental di sana. Dia lantas bertanya apa yang dimaksud dengan program revolusi mental. Jawaban yang didapat adalah, "melatih keluarga yang revolusi mental."
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jadi ini belum jelas. Artinya, kalau kita bicara revolusi mental, mental siapakah yang harus direvolusi. Seperti apa implementasinya," kata Dede di Gedung DPR, Selasa (20/10).
Menurut Dede, memaknai revolusi mental seharusnya bisa dikaitkan dengan pendidikan karakter. Untuk mewujudkannya, kata Dede, bisa direalisasikan dalam bentuk kurikulum atau program pendidikan di sekolah-sekolah, ataupun kegiatan ekstrakulikuler.
"Jadi sampai saat ini saya masih belum melihat ada program-program yang diimplementasikan dengan jelas," kata Dede.
Hal senada dilontarkan oleh Ketua Komisi VIII Saleh Partaonan Daulay. Politikus Partai Amanat Nasional itu belum menilai revolusi mental belum didefinisikan secara benar sehingga publik tidak memahami indikator keberhasilan dari revolusi mental itu sendiri.
"Untuk mengukur sesuatu itu kan butuh definisi dan indikator yang jelas. Dengan begitu, apa yang ada sekarang, bisa kita bandingkan dengan tahun lalu, misalnya," kata Saleh.
Oleh karena itu, Saleh menilai pemerintah seharusnya bisa terlebih dulu mendudukkan indikator keberhasilan dari revolusi mental. Indikator keberhasilan itu, lanjut Saleh, baru bisa ditentukan jika pemerintah terlebih dulu memberikan sekat pembidangan dari praktik revolusi mental; seperti bidang kesehatan, pendidikan, dll.
"Sekarang program revolusi mental itu apa kegiatannya. Kan tidak ada. Makanya kalau sekadar jargon-jargon besar tidak bisa terukur karena penjabaran dari revolusi mental sendiri belum jelas," kata Saleh.
Anggota Komisi X yang membidangi ruang lingkup pendidikan, kebudayaan, pemuda, dan olahraga, Dadang Rusdiana, menilai revolusi mental itu harus dijabarkan lebih lanjut dalam bentuk nilai-nilai yang bisa diimplementasikan dalam kualitas pelayanan pemerintah maupun nilai-nilai yang bisa dikembangkan oleh masyarakat.
"Jadi perlu formula pelaksanaannya, agar revolusi mental tidak hanya menjadi slogan mati," kata Dadang.
(obs)