Ada 30 Juta Anak Indonesia Alami Kekerasan Fisik dan Psikis
Resty Armenia | CNN Indonesia
Rabu, 21 Okt 2015 10:43 WIB
Bagikan:
url telah tercopy
Warga mengikuti aksi Gerakan 1.000 Lilin untuk Anak Indonesia di Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta, Kamis (10/6). Aksi itu dilakukan untuk mengenang Angeline seorang anak berusia delapan tahun yang menjadi korban pemerkosaan dan pembunuhan di Bali serta kasus kekerasan anak lainnya. (ANTARA FOTO/Vitalis Yogi Trisna)
Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Yohana S. Yembise mengungkapkan, sekitar 30 juta anak di Indonesia pernah mengalami kekerasan fisik maupun psikis.
"Data sekitaran 30 juta anak Indonesia mengalami kekerasan fisik maupun psikis," ujar Yohana di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, kemarin.
Tak ingin permasalahan itu terus terjadi, pemerintah tengah mencari solusi, terutama yang berupa tindakan-tindakan yang membuat pelaku kekerasan terkejut (shock).
Yohana memaparkan, kementeriannya juga akan berkoordinasi dengan pihak kepolisian untuk menutup situs ponografi, termasuk media perfilman yang muncul di situs-situs pornografi. Selain itu, pemerintah akan memberikan penyuluhan kepada masyarakat, terutama seksualitas terhadap anak.
"(Kami mendorong) supaya Presiden menerbitkan Instruksi Presiden tentang perlindungan anak. Inpres ini kalau keluar akan kami jalankan. Kerjasama dengan Komnas Anak akan kami jalankan terus," kata dia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sepakat dengan Yohana, Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Asrorun Ni'am Sholeh menuturkan, terdapat beberapa faktor yang menyebabkan tingginya kasus kekerasan terhadap anak, di antaranya adalah rentannya pendidikan keluarga dan maraknya pornografi.
"(Masyarakat) selalu memiliki irisan dengan akses pornografi. Tayangan kekerasan baik di televisi, online, maupun permainan anak. Perlu diberlakukan regulasi," ujar dia.
Sementara itu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan berpandangan, perlu dibuat interaksi yang lebih intensif antara orangtua dan wali kelas untuk mengetahui perkembangan seorang anak.
"Mulai semester ini, orangtua harus lebih intensif menghubungi wali kelas. Pendidikan orangtua, materi-materi yang diberikan kepada orangtua lewat wali kelas," kata dia.
Menurut Anies, nantinya jika nanti terjadi kekerasan pada siswa, maka diberikan sanksi kepada guru. "Karena hampir selalu kekerasan ada gejalanya, seringkali gejalanya didiamkan, begitu terjadi peristiwa akan dilakukan penindakan," ujar dia.(utd)