Jakarta, CNN Indonesia -- Ketua Komisi Energi Dewan Perwakilan Rakyat Kardaya Warnika membantah terdapat pembahasan proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) dalam Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (RAPBN) 2016.
"Komisi VII di RAPBN 2016, tidak ada pembahasan mengenai itu, dan tak ada usulan dari kementerian mengenai itu," kata Kardaya di Gedung DPR RI, Jakarta, Kamis (22/10).
Menurut Kardaya tidak adanya pembahasan di komisi energi karena tidak terdapat usulan maupun informasi yang diajukan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Dengan begitu dia mengaku tidak mengetahui rencana proyek pembangunan tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Meski demikian, Kardaya mengaku komisinya siap diperiksa penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) jika dibutuhkan. Komisi VII prihatin atas kasus yang menimpa Dewie Yasin Limpo dan mempersilahkan penegak hukum untuk menuntaskan tugasnya.
"Kalau ditanya ya kami bersedia. Tidak ada kata lain. Masak tidak bersedia," kata Kardaya.
Hal senada diungkapkan Wakil Ketua Komisi Energi, Satya Yudha yang mengatakan bahwa tidak ada pembahasan terkait proyek PLTU dalam rencana anggaran dengan Kementerian ESDM.
"Tidak ada pembahasan itu, mekanisme pembahasan anggaran harus diajukan oleh pemerintah," kata Satya.
Satya juga menolak untuk berkomentar terhadap kasus yang menimpa Dewie. Dia hanya menegaskan komisinya tidak menerima usulan dari pemerintah, maupun pembahasan terkait hal itu.
Dewie jadi tersangka kasus korupsi setelah terjaring dalam operasi tangkap tangan yang dilakukan oleh penyidik KPK. Dewie diduga telah menerima duit sebesar Sin$177.700 atau sekitar Rp1,7 miliar sebagai pemulus pembahasan proyek pembangkit listrik di Papua.
Proyek itu rencananya bakal dibahas dalam rapat Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun 2016 untuk pos Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Pembahasan dilakukan antara Kementerian dengan Komisi VII Bidang Energi DPR –komisi tempat Dewie bertugas.
Atas perbuatannya, Dewie disangka melanggar Pasal 12 huruf a, huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31Tahun 1999 sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
(obs/obs)