DPD RI Anggap UU Pilkada Prematur

Prima Gumilang | CNN Indonesia
Kamis, 29 Okt 2015 05:05 WIB
Ketua Komite I DPD RI, Akhmad Muqowam, menyebut UU Pilkada yang dibuat dalam waktu mendesak dapat memicu pertentangan kepentingan.
Ketua Komite I DPD RI, Akhmad Muqowam, menyebut UU Pilkada yang dibuat dalam waktu mendesak dapat memicu pertentangan kepentingan. (ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan)
Jakarta, CNN Indonesia -- Ketua Komite I DPD RI, Akhmad Muqowam, mengkritik Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota (UU Pilkada). Menurutnya, UU Pilkada dibuat secara prematur sehingga sarat dengan pertentangan kepentingan.

Dia juga menilai UU Pilkada dibuat dalam waktu yang mendesak dan tidak memenuhi prosedur formal pembuatan RUU.

"Undang-Undang Pilkada sarat kepentingan dominasi parpol, ada threshold yang tinggi terhadap calon perseorangan cenderung menghalangi hak politik warga negara yang maju melalui jalur perseorangan," kata Akhmad dalam Seminar Nasional Mewujudkan Pilkada Serentak 2015, di Gedung Nusantara DPR RI, Jakarta, Rabu (28/10).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Terkait fenomena menjelang Pilkada, Akhmad mengatakan, keberadaan calon tunggal luput diatur dalam norma UU Pilkada. Selain masalah calon tunggal, dia juga menilai dana Pilkada tidak dialokasikan dalam APBD, terutama di daerah otonom baru.

Masalah lain yang muncul menjelang Pilkada serentak, lanjut Akhmad, yaitu munculnya kasus kericuhan, pengrusakan, kekerasan serta intimidasi penyelenggara pilkada di daerah.

Akhmad juga mengkritisi desain peraturan kepemiluan. Dia menilai secara umum skema atau format pemilu tidak menjanjikan melembaganya demokrasi substansial yang terkonsolidasi.

Format pemilu, menurutnya tidak melembagakan pemerintah yang efektif dan sinergis, serta pemerintah yang bersih dari korupsi dan perangkap penyalahgunaan kekuasaan.

Dia menyatakan politik transaksional dalam pengertian negatif masih kental mewarnai relasi kekuasaan di antara berbagai aktor dan institusi demokrasi hasil pemilu.

"Format Pilkada tidak menjanjikan kepala daerah yang kapabel sekaligus akuntabel," katanya.

Selain itu Akhmad juga menyoroti adanya keterlibatan pegawai negeri sipil atau aparatur sipil negara dalam politik praktis pada Pilkada serentak di beberapa daerah. Beberapa di antaranya terjadi di Simalungun-Sumut, Bantul-DIY, Sumbawa Barat-NTB, Muna, dan Sultra.

Sebagai upaya mewujudkan Pilkada serentak yang damai dan berkualitas, dia meminta agar KPU segera menertibkan rancangan peraturan KPU dan menyosialisasikan sebagaimana diamanatkan oleh UU Nomor 8 Tahun 2015.

Di samping itu, sejumlah lembaga terkait perlu melakukan pengawasan dan monitoring serta bekerjasama secara sinergis dengan seluruh pihak, baik penyelenggara, peserta, aparat keamanan, birokrasi dan pemilih. (meg)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER