Jakarta, CNN Indonesia -- Saksi sekaligus Tim Penyewaan Perumahan Haji, Ahmad Jauhari, mengungkapkan peran kader Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Hasrul Azwar dan Mantan Menteri Agama Suryadharma Ali dalam penunjukan pemondokan haji dan katering pada 2012.
Jauhari menyebutkan, Hasrul yang saat itu merupakan Ketua Komisi VIII DPR RI menitipkan nama-nama majmuah atau penyedia jasa layanan.
"Hasrul menyampaikan ingin berpartisipasi di dalam penyediaan akomodasi katering dan akomodasi pemondokan," kata Jauhari saat bersaksi untuk Suryadharma di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (28/10).
Atas usulan dari Hasrul, Suryadharma Ali memutuskan majmuah mana yang dinilai dapat mengakomodir kebutuhan ratusan ribu calon jamaah haji asal Indonesia saat itu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Penunjukkan penyedia layanan jasa tersebut diumumkan saat Suryadharma menggelar rapat dengan Direktur Pelayanan Haji Kementerian Agama Sri Ilham Lubis dan Staf Teknis Urusan Haji M Syairozi Dimyathi serta Jauhari. Rapat dihelat di Hotel Movenpick, Madinah, pada tanggal 2 Mei 2012.
"Dengan membawa catatan, beliau (Suryadharma Ali) mengatakan majmuah yang akan melayani adalah A, B, C dengan kapasitas sekian dan minta staf teknis haji untuk mengalokasikan waktu antara pemilik majmuah, pemilik katering, agar sepakat perbaikan layanan," katanya.
Majmuah pemondokan antara lain Al-Andalus, Mubarak, Zuhdi, Manazili, Shatta, Ilyas, Majd Al Khomri, Mukhtarah, dan Wassel.
"Setelah tanggal 4 Mei, itu ada majmuah yang menyampaikan tidak sanggup melayani kapasitas yang ditetapkan. Itu Mubarak," ucapnya. Selain Mubarak, terdapat majmuah lainnya yang tak sanggup yakni Wassel dan Ilyas.
Dalam realitanya, sejumlah pemondokan haji dan katering tak mampu merampungkan tugasnya. Sebagian dari daftar yang disodorkan pun juga tak memiliki surat keterangan kapasitas atau ifadah.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga menemukan penunjukkan majmuah tak sesuai dengan hasil penilaian dan peninjauan lapangan dari tim.
Dalam berkas dakwaan, anggota DPR pun diduga menerima duit fee untuk penyewaan rumah atau pemondokan di Madinah senilai SAR30 per jamaah dan SAR 20 per jamaah di Jeddah. Hasrul disebut menerima duit sebanyak SAR3 juta atau sekitar Rp10,5 miliar.
KPK juga menemukan penggelembungan harga untuk pemondokan di Madinah sejumlah SAR 14 juta atau sekitar Rp 50 miliar dan pengadaan Hotel Transito di Jeddah sebanyak SAR 1,4 juta atau sekitar Rp5 miliar.
Menanggapi hal tersebut, Suryadharma Ali mengaku tak mengarahkan penunjukkan penyedia layanan jasa pemondokan dan katering. "Saya membaca nama majmuah dalam rapat tapi bukan berarti saya arahkan," kata Suryadharma di sidang.
Atas dakwaan tersebut, Suryadharma terjerat Pasal 2 ayat 1 juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto pasal 55 ayat 1 ke-1.
(utd)