Jakarta, CNN Indonesia -- Istri eks Menteri Agama Suryadharma Ali, Wardatul Asriah, disebut turut memberikan usulan nama untuk mengisi tempat kosong dalam kuota sisa ibadah haji nasional.
Hal ini diungkap dalam sidang pemeriksaan saksi Suryadharma di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), pada Senin (26/10) ini. Eks staf khusus Suryadharma, Ermalena dihadirkan dalam sidang tersebut.
Ermalena mengatakan ia bertugas membuat rekapitulasi usulan nama-nama yang diajukan untuk mengisi kekosongan dalam kuota sisa ibadah haji nasional.
Rekapitulasi itu kemudian ia berikan kepada Suryadharma untuk memilih nama-nama yang dapat mengisi kekosongan tersebut. Kendati demikian, Ermalena mengaku tidak paham bagaimana prosedur pengisian kuota sisa tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Jaksa penuntut umum kemudian mencecar Ermalena terkait keterlibatan istri Suryadharma dalam pengisian kuota sisa tersebut. Awalnya, Ermalena menyangkal bahwa Wardatul pernah menitipkan usulan lewat eks ajudannya yang benama Mulyanah Acim.
Jaksa kemudian membacakan keterangan Ermalena dalam berita acara pemeriksaan (BAP) yang menyatakan bahwa Wardatul memang menitipkan nama tertentu lewat Mulyanah.
"Setahu saya, usulan itu sepengetahuan dan sesuai persetujuan Ibu Wardatul. Mulyanah katakan ini dari 'bunda'", kata jaksa membacakan keterangan Ermalena dalam BAP di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta Selatan, Senin (26/10).
Ermalena mengatakan semua usulan ditulis sumbernya dalam rekapitulasi yang dibuatnya. Ada usulan yang sumbernya ditulis "rumah", yang berarti dari keluarga Suryadharma.
"Mungkin usulan dari teman beliau di DPR. Tidak banyak jumlahnya meski saya tidak ingat berapa jumlahnya," kata Ermalena.
Menanggapi pernyataan itu, Suryadharma merasa aneh. "Istri saya tiap malam tidur sama saya, masa memberikan usulan lewat Mulyanah, bukan lewat saya?" katanya.
Adapun, Ermalena merupakan anggota Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) 2013. Ia mengatakan ia tidak melalui proses seleksi karena berasal dari kementerian agama.
Ia juga mengusulkan dua orang adiknya sebagai anggota PPIH. Kedua adiknya, kata dia, tidak mendapatkan perlakuan khusus karena melalui tahap seleksi dan pelatihan untuk menjadi anggota PPIH.
Dalam sidang hari ini, turut dihadirkan eks ajudan Suryadharma, Mochamad Mukmin Timoro. Mukmin juga merupakan anggota PPIH pada 2013. Ia mengatakan mengajukan dirinya untuk menjadi anggota PPIH 2013.
"Saya ikuti semua pelatihan dan bertugas di Jeddah selama tiga bulan. Waktu Pak Suryadharma datang, saya sempat dampingi sebentar, lalu kembali bertugas lagi," katanya.
Hari ini Eks Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama Anggito Abimanyu juga bersaksi dalam sidang Suryadharma. Ia membenarkan bahwa anggota komisi VIII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pernah memintanya berkali-kali untuk menerima usulan peserta haji.
Merujuk berkas dakwaan, SDA dijerat dua kasus. Kasus pertama adalah kasus haji yang disebut merugikan negara Rp 27 miliar. Mantan Ketua Umum PPP ini disangka telah memanfaatkan pengadaan ibadah haji dengan cara melakukan korupsi dan penyelewengan di sektor pengadaan katering, pemondokan, transportasi dan atau penyelewengan kuota jemaah. Korupsi dilakukan dalam rentang anggaran 2010 hingga 2013.
SDA didakwa memperkaya orang lain seperti jajaran pegawai negeri di Kementerian beserta anggota DPR seperti Hasrul Azwar. Hasrul disebut mendapat keuntungan senilai Rp 5,8 juta.
Selain itu, politikus partai ka'bah ini juga dikenakan kasus DOM. Ia diduga telah melakukan perbuatan melawan hukum atau menyalahgunakan wewenang untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi dalam penggunaan dana DOM tahun 2011 hingga 2014.
Akibatnya, negara diduga mengalami kerugian Rp 1,8 miliar. Duit itu justru digunakan untuk kepentingan pribadi dan keluarganya termausk melancong ke negara lain dan berobat.
Atas perbuatannya tersebut, SDA disangkakan melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto pasal 55 ayat 1 ke-1.
(utd)