Pemerintah Tetap Waspadai Titik Api Meski Jumlahnya Berkurang

Abi Sarwanto | CNN Indonesia
Senin, 02 Nov 2015 07:32 WIB
Upaya pengeboman air (water bombing) masih terus dilakukan. Perbedaannya, karena kabut sudah menipis, hal itu lebih mudah dilakukan.
Foto udara kebakaran hutan lindung Sungai Batang, Air Sugihan, Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan, Jumat (23/10). (ANTARA FOTO/Nova Wahyudi)
Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan pemerintah masih tetap waspada terhadap titik api (hotspot) yang ada meski jumlahnya telah berkurang di sejumlah wilayah.

"Kira-kira titik api sekitar 5-10 persen sekarang, tapi kita tetap waspada karena beberapa hari ke depan bisa kering lagi," ujar Luhut usai acara Silaturahmi Nasional Partai Golkar di Jakarta, Minggu malam (1/11).

Oleh karena itu, Luhut menjelaskan, upaya pengeboman air (water bombing) masih terus dilakukan. Perbedaannya, karena kabut sudah menipis, hal itu lebih mudah dilakukan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Selain itu, menurutnya, salah satu strategi dalam meredam titik api dan kabut asap melalui hujan buatan juga terus dilakukan dengan memanfaatkan celah peluang terjadinya hujan.

"Jadi kita langsung kirimkan pesawat terbang untuk membuat hujan buatan lebih banyak. Kelihatannya BPPT dengan BMKG bekerjasama dengan baik, sehingga kita berhasil membuat hujannya lebih banyak," tutur Luhut.

Adapun terkait perusahaan pembakar hutan dan lahan yang tidak diumumkan, Luhut menyatakan akan membuka nama perusahaan di waktu dan dengan cara yang tepat.

"Kita akan beritahu melalui cara-cara kita kepada publik. Tetapi, kita tidak ingin menggangu keadaan ekonomi karena pengumuman itu. Kita tunggu waktu yang pas dan cara yang tepat," ujar Luhut. (Baca: Gugatan Atas Perusahaan Pembakar Hutan Rugikan Ekonomi RI)

Sedangkan untuk peraturan pengganti undang-undang terkait perlindungan hutan yang didengungkan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya, pihaknya belum mengetahui dan masih akan mengevaluasinya.

"Besok kami ada rapat untuk evaluasi apa yang akan kami kerjakan dan apa yg kita lakukan ke depan," ujar Luhut.

Badan Nasional Penanggulangan Bencana menyebutkan total luas area yang terbakar sampai dengan 20 Oktober lalu mencapai 2.089.911 hektare. Meski luasnya belum mencapai luas kebakaran pada 1997, dampak ekonomi dan korban jiwa akibat kebakaran itu lebih besar tahun ini.

Hingga 20 Oktober, BNPB mencatat lahan gambut yang terbakar paling banyak terjadi di Kalimantan dengan luas 267.974 hektare. Provinsi Kalimantan Tengah menyumbang besaran lahan gambut terbakar terbanyak dengan 196.987 hektare. Kebakaran gambut itu paling banyak terjadi Kabupaten Seruyan dan Kotawaringin Timur.

Menyusul Kalimantan, Sumatera berada di posisi kedua sebagai pulau yang lahan gambutnya paling banyak terbakar, yaitu 267.974 hektare. Lahan gambut yang dilahap api di Sumatera Selatan mencapai 144.410 hektare. Kabupaten Ogan Komering Ilir memiliki titik api terbanyak di wilayah tersebut.

Tidak hanya terjadi di Kalimantan dan Sumatra, kebakaran gambut juga terjadi di Papua, yakni seluas 31.214 hektare. Provinsi Merauke, Mappi, dan Boven Digul menyumbang titik api terbanyak di Papua.

BNPB memperkirakan, kerugian negara akibat kebakaran ini sudah lebih dari Rp20 triliun. (obs)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER