Ujaran Kebencian, Indonesia Harus Belajar dari Negara Maju

chri | CNN Indonesia
Rabu, 04 Nov 2015 07:50 WIB
Polri menurut Komisioner Komnasham Hafid Abbas harus bisa membedakan antara ujaran kebencian, penyampaian pendapat dan kritik.
Gerakan Masyarakat Jakarta (GMJ) yang berasal dari FPI, FUI, FBR dan organisasi masyarakat lainnya berunjuk rasa di depan gedung DPRD DKI Jakarta, Senin, 1 Mei 2015. (CNN Indonesia/Safir Makki)
Jakarta, CNN Indonesia -- Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Hafid Abbas menilai Kepolisian Republik Indonesia perlu belajar dari negara maju sebelum menangani ujaran kebencian.

Polri, menurut Abbas, harus bisa membedakan antara ujaran kebencian dengan penyampaian pendapat dan kritikan.
"Indonesia harus belajar dari negara lain. Banyak pelajaran berharga dapat dipetik," ujar Hafid saat dihubungi kemarin.

Menurutnya, surat edaran seharusnya tidak meredupkan kebebasan berpendapat. Sebab, Indonesia akan mundur dan kehilangan demokrasi yang telah dilakukan selama 17 tahun terakhir.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dia mengakui kebebasan berpendapat di Indonesia memang tidak bersifat absolut. Itu diatur dalam Undang-Undang Dasar tahun 1945 pasal 28J.

Karenanya, dia mendukung surat edaran Kapolri tentang penanganan ujaran kebencianitu apabila dapat menumbuhkan kebebasan berpendapat secara bertanggung jawab.

Bahkan, mantan Ketua Komnas HAM ini menilai seharusnya surat edaran yang demikian dapat diberlakukan lebih cepat.

"Agar kebebasan tidak bergerak anarkis. Melainkan, menumbuhkan kebebasan yang bertanggungjawab seperti yang diamantkan UUD," katanya.
Surat Edaran Nomor SE/06/X/2015 tentang Penanganan Ujaran Kebencian telah ditandatangani Kapolri Badrodin Haiti pada 8 Oktober 2015 dan telah disebarkan ke kepolisian wilayah.

"Untuk menangani perbuatan ujaran kebencian agar tidak memunculkan tindak diskriminasi, kekerasan, penghilangan nyawa dan/atau konfliksosial yang meluas," bunyi surat tersebut. (sur)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER