Pemilik Senjata Api Harus Periksa Kejiwaan Berkala

Hafizd Mukti | CNN Indonesia
Rabu, 04 Nov 2015 14:37 WIB
Dari kacamata psikologi, pemilik senjata api haruslah mereka yang memiliki kejiwaan stabil, dan hal itu harus diperiksa secara medis juga berkala.
Ilustrasi penembak (Thinsktock/Chris Downie)
Jakarta, CNN Indonesia -- Penembakan yang dilakukan anggota Tentara Nasional Indonesia terhadap seorang pengendara motor di Cibinong, Bogor, Selasa (3/11), hingga tewas sebisa mungkin menjadi insiden terakhir. YH seorang anggota Kostrad yang bermarkas di Bogor dengan mudah meletupkan senjata api ke kening Japra hanya karena saling senggol kendaraan di jalan raya.

Pakar psikologi Universitas Indonesia Rosmini mengatakan, ada rantai yang hilang dan salah atas kepemilikan senjata api. Dari kacamata psikologi, pemilik senjata api haruslah mereka yang memiliki kejiwaan stabil, dan hal itu harus terus diperiksa secara berkala.
"Bukan cuma itu, ada kesalahan pola pikir jika punya senjata merasa lebih jago atau punya power. Ini yang salah, dan di situlah rantai yang hilang. Pemeriksaan kejiwaan berkala itu wajib bagi pemilik senjata api," kata Rosmini saat berbincang dengan CNN Indonesia, Rabu (4/11).

Ada banyak hal, hingga seseorang berani meletupkan senjata api, terlebih jika itu arahkan ke orang lain, di antaranya faktor permasalahan pribadi yang tidak terluapkan, ketidakteraturan emosi dan tidak bisa mengontrol emosi mereka sendiri. Namun, saat penembakan dilakukan oleh seorang dengan latar belakang militer, masalahnya akan semakin bertambah.
"Militer itu memiliki kesigapan, penuh power dan sebagainya. Mereka terkadang petantang-petenteng, bawa senjata, tanpa dia sadari secara kejiwaan dia berbahaya bagi orang lain. Terlebih terjadi di jalan raya yang kondisinya seperti itu," papar Rosmini.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Apa yang terjadi di Cibinong, diyakini Rosmini merupakan bentuk emosi sesaat yang meluap-luap, dalam artian si pelaku tidak memikirkan dampak serta akibat dari apa yang dilakukannya. Penyesalan, kata Rosmini, jika YH memiliki kejiwaan yang seimbang, akan tertanam terus sepanjang hidupnya.
"Saat YH melakukan penembakan, dia lupa segalanya. Lupa akibatnya, terlepas dia memiliki pemicu pribadi lain diluar insiden lalu lintas," jelasnya.

Berdasarkan penelusuran peraturan perundang-undangan, tidak seluruh anggota TNI dapat membawa senjata api keluar barak atau untuk kepentingan non-tempur.

Pernyataan tersebut muncul pada hasil kajian hukum tentang penggunaan senjata api dan bahan peledak untuk kepentingan militer atau sipil yang dilakukan Kolonel Wahyu Wibowo tahun 2011 silam. Laporan itu dirilis Badan Pembinaan Hukum Nasional pada Kementerian Hukum dan HAM.
Kajian itu menulis, sesuai perlengkapan standar militer maka setiap prajurit memang dilengkapi senjata api. Namun dalam kondisi damai atau non-tempur, TNI membatasi penggunaan senjata api untuk mencegah penyalahgunaan.

Anggota TNI yang diperbolehkan membawa senjata api saat kondisi non-tempur adalah mereka yang sedang bertugas jaga, latihan serta anggota intelijen dan pengamanan.

Di lingkungan satuan tempur, hanya perwira yang diperbolehkan membawa senjata api keluar markas. (pit/pit)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER