'Masyarakat Adat Tidak Asal Bakar Hutan'

Yohannie Linggasari | CNN Indonesia
Rabu, 04 Nov 2015 21:51 WIB
Pemerhati lingkungan menilai pembakaran hutan oleh masyarakat adat tidak dilakukan dengan sengaja. Perubahan UU diperkirakan bakal menimbulkan kriminalisasi.
Seorang personel pemadam kebakaran Manggala Agni memadamkan kebakaran di hutan Kawasan Suaka Margasatwa Kerumutan, Kabupaten Pelalawan, Riau, Rabu (28/10). (ANTARA FOTO/FB Anggoro)
Jakarta, CNN Indonesia -- Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pembaharuan Hukum Berbasis Masyarakat dan Ekologis (HuMa) Dahniar Andriani menilai pemerintah perlu mengkaji lebih dalam soal aturan pembakaran lahan dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009, tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH).

Sebelumnya, Ketua Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Edhy Prabowo mengatakan, akan mengkaji UU Nomor 32 Tahun 2009 karena menilai telah menjadi dasar legal untuk membakar hutan.

Dahniar mengatakan masyarakat adat tidak sembarangan membakar hutan. Pembakaran itu, kata dia, hanya dilakukan untuk bertahan hidup dan memenuhi kebutuhannya sendiri.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Dia (masyarakat adat) kan melakukan pembakaran itu lihat arah angin. Kemudian, mereka juga lihat apakah di sekitar lahan itu ada tanaman yang bisa rusak karena terbakar. Dan yang dia bakar juga seperlunya saja," kata Dahniar saat ditemui di kawasan Jakarta, Rabu (4/11).

Lebih lanjut, Dahniar mengingatkan jangan sampai perubahan UU malah memunculkan kriminalisasi warga, seperti kasus Nenek Asiani.

Kala itu, Asiani harus menjalani proses hukum di Pengadilan Negeri Situbondo karena dituduh PT Perhutani mencuri 38 papan kayu Perhutani di Dusun Kristal, Desa Jatibanteng Situbondo, Jawa Timur.

"Hukum kita lebih sering mencontoh dari luar. Coba deh kajian soal pembakaran lahan jangan pakai perspektif Eropa. Coba kaji masyarakat adat Indonesia bakarnya kayak apa," katanya.

Menurut Dahniar, persoalan utama kebakaran hutan dan lahan bersumber pada izin perkebunan dan pertambangan yang tidak mengutamakan lingkungan.

"Belum lagi soal korupsi yang melingkupinya. Itu lebih parah lagi," katanya.

Pasal 69 UU PPLH terdiri dari dua ayat yang berisi sejumlah larangan kepada setiap orang yang berkaitan dengan lingkungan. Ayat 1 huruf e, misalnya, melarang siapapun membuang limbah ke media lingkungan hidup.

Pasal 69 ayat 1 huruf h menyatakan, setiap orang dilarang melakukan pembukaan lahan dengan cara membakar. Pasal ini bisa mengancam masyarakat lokal yang masih hidup berpindah atau mengusahakan lahan dengan membakar.

Pasal 69 ayat 2 menyebut, ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf h harus memperhatikan dengan sungguh-sungguh kearifan lokal di daerah masing- masing.

Frasa “kearifan lokal” dalam ayat tersebut dijelaskan lebih lanjut dalam bagian penjelasan UU. Kearifan lokal yang dimaksud dalam ketentuan ini adalah melakukan pembakaran lahan dengan luas lahan maksimal 2 hektar per kepala keluarga untuk ditanami tanaman jenis varietas lokal dan dikelilingi oleh sekat bakar sebagai pencegah penjalaran api ke wilayah sekelilingnya. (meg)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER