Bareskrim Ancam Pidanakan Pihak yang Persulit Kasus Pelindo

Rinaldy Sofwan | CNN Indonesia
Rabu, 11 Nov 2015 05:04 WIB
Dalam Pasal 21 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi disebutkan, siapa saja yang menghalangi penyidikan korupsi dapat dihukum pidana.
Aktivitas bongkar muat di dermaga peti kemas ekspor impor milik PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) II. (Detikcom/Agung Pambudhy)
Jakarta, CNN Indonesia -- Badan Reserse Kriminal Polri mengancam akan mempidanakan pihak-pihak yang mempersulit atau menghalangi pengusutan kasus dugaan korupsi pada proyek pengadaan 10 mobile crane di PT Pelabuhan Indonesia II.

"Kiranya dapat dipahami bahwa terhadap penyidikan tindak pidana korupsi terdapat hal yang khusus, yakni terkait dengan tindakan menghalang-halangi secara langsung maupun tidak langsung proses penyidikan itu sebagai perbuatan melawan hukum," kata Wakil Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Komisaris Besar Agung Setya kepada CNN Indonesia, Selasa (10/11).

Dia mengatakan, dalam Pasal 21 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi disebutkan, siapa saja yang menghalangi penyidikan korupsi dapat dihukum pidana. Hanya saja, ketika ditanyai apakah selama ini ada pihak yang mencoba menghalangi proses penyidikan ini, Agung tidak menjawab secara rinci. "Hal itu dapat menyangkut kepada siapa saja," ujarnya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dia juga mengatakan, semua proses penyidikan pasti terdapat dinamika tersendiri. Walau demikian, dia memastikan, proses dan tahapan itu bisa dipertanggungjawabkan.

Agung juga meminta semua saksi yang sudah dipanggil namun belum kunjung memenuhi kewajibannya agar segera hadir menghadap ke penyidik.

"Karena proses pemanggilan sudah sesuai dengan prosedur dan mekanisme sebagaimana diatur dalam Pasal 112 KUHAP (Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana)."

Menurutnya, segala aspek dalam proses penyidikan kasus ini telah dilaksanakan sesuai dengan koridor hukum yang berlaku. Mulai dari penyelidikan, polisi telah bergerak berdasarkan berbagai fakta hukum dan hasil gelar perkara.

Proses penyidikan, kata Agung, dilakukan mengacu kepada KUHAP dan Peraturan Kapolri Nomor 14 Tahun 2012. Dengan demikian, semua tindakan penyidik dikontrol melalui sistem pengawasan yang melekat dan berjenjang.

Tindakan penggeledahan kantor Pelindo II pun dilakukan berdasarkan surat dari Pengadilan Negeri Jakarta Utara Nomor 1502 / PEN.PID /2015 / PN.JKT. UTR tertanggal 28 Agustus 2015.

"Maka konsekuensinya pelaksanaannya dilakukan sore hari setelah penyidik mendapatkan penetapan itu," kata Agung.

Barang-barang bukti yang diperoleh pun selanjutnya dimintakan persetujuan penyitaan ke Pengadilan. Kemudian, lanjut Agung, Pengadilan melakukan verifikasi dan gelar terhadap detail barang yang disita.

Kemudian, barang sitaan tersebut ditetapkan melalui surat Nomor 1935/PEN.PID/2015/PN.JKT.UTR; 1936/PEN.PID/2015/PN.JKT.UTR; 1937/PEN.PID/2015/PN.JKT.UTR; 1938/PEN.PID/2015/PN.JKT.UTR; 1939/PEN.PID/2015/PN.JKT.UTR; dan 1940/PEN.PID/2015/PN.JKT.UTR. Semuanya tertangal 26 Oktober 2015.

Sebelumnya, kuasa hukum Direktur Utama Pelindo II Richard Joost Lino, Frederich Yunadi, sempat mempermasalahkan penyitaan tersebut. Dia menyebut penyidik telah melakukan pelanggaran kode etik lantaran melakukan penyitaan tanpa izin pengadilan.

Menurut Fredrich, pihaknya tidak mendapat izin soal penyitaan dari pengadilan. Polisi sempat menyita duit senilai Rp400 juta, sejumlah komputer, dan 10 mobile crane. Fulus dan komputer telah dikembalikan sementara crane sampai sekarang masih dalam penyitaan polisi.

Polisi, kata Fredrich, telah melanggar Pasal 38 KUHAP. “Bunyinya untuk melakukan penyitaan barang milik negara harus mendapat perizinan dari ketua pengadilan setempat. Artinya Bareskrim melakukan penyitaan tanpa izin yang sah,” kata Fredrich kepada CNN Indonesia.

Dalam kasus ini, penyidik mempermasalahkan pengadaan 10 mobile crane yang belakangan ditemukan mangkrak di Tanjung Priok. Alat-alat berat itu semula direncanakan untuk dikirim ke delapan pelabuhan berbeda di Indonesia.

Belakangan penyidik mengetahui delapan pelabuhan tersebut sebenarnya tidak membutuhkan 10 mobile crane itu. Karena itu, penyidik menduga ada motif korupsi di balik proyek tersebut.

Baru satu orang tersangka yang ditetapkan terkait dugaan tersebut yakni Direktur Teknik Pelindo II Ferialdy Noerlan. Sejauh ini penyidik telah memeriksa puluhan saksi termasuk Lino sendiri untuk terus mendalami kasus tersebut. (sur)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER