Jakarta, CNN Indonesia -- Direktur Utama PT Pelindo II Richard Joost Lino diperiksa penyidik Badan Reserse Kriminal Polri selama sembilan jam. Namun, dari pemeriksaan berjam-jam itu, dia mengaku hanya ditanyai secara umum.
"Saya ini direktur utama, saya ditanyai gambaran secara besar," kata Lino usai pemeriksaan di Markas Besar Polri, Jakarta, Senin (9/11).
Namun, dia tidak menjelaskan secara rinci apa saja yang ditanyakan oleh penyidik kepadanya. Dia juga mengatakan pemeriksaan yang berakhir sekira 18.40 WIB itu bukan pemeriksaan terakhir.
"Ini belum berakhir, pekan depan saya kembali ke sini," ujarnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pria yang mengenakan jas hitam dan kemeja putih itu terlihat banyak tersenyum usai menjalani pemeriksaan. Dia bahkan sempat memuji cara kerja penyidik.
"Saya lihat cara kerjanya very impressive (sangat mengesankan). Dari caranya menanyakan pertanyaan, semuanya, berbeda dengan gambaran yang saya dapat di luar," ujarnya sembari tersenyum.
Setelahnya, dia langsung merangsek menembus wartawan dan tidak menjawab satupun pertanyaan yang dilontarkan. Pengawal pribadinya pun menjaganya dengan ketat sehingga wartawan kesulitan untuk mendekat.
Walau tidak banyak berbicara, Lino sempat memberikan keterangan tertulis kepada wartawan. Dalam keterangan itu, dia menyatakan tidak ada kerugian negara akibat pengadaan 10 mobile crane yang dipermasalahkan.
"Tidak benar jika pengadaan mobile crane merugikan negara karena kemahalan. Faktanya, pengadaan lebih rendah dibandingkan yang dianggarkan perusahaan," bunyi keterangan tersebut.
Soal 10 mobile crane yang tidak dikirimkan ke delapan perusahaan, Lino mengatakan hal tersebut terjadi lantaran adanya perubahan kebutuhan sejalan dengan perkembangan bisnis perusahaan. Dewan Direksi, kata dia, sepakat merelokasi alat dengan pertimbangan mobile cran tersebut lebih dibutuhkan di Tanjung Priok yang sedang menata pola pelayanan disetiap terminalnya.
Kasus ini berawal dari penemuan 10 mobile crane yang tidak dikirimkan tersebut. Hasil penyidikan menemukan delapan pelabuhan yang semula akan menerima alat berat tersebut ternyata tidak dibutuhkan. Karena itu, penyidik menduga ada motif tindak pidana korupsi dibalik proyek pengadaannya.
(pit)