Jakarta, CNN Indonesia -- Keterangan saksi dari orang tua kandung korban Angeline, Achmad Rosidiq dan Hamidah, menyudutkan terdakwa Margriet Megawe untuk kasus pembunuhan bocah cantik Engeline (8), dalam persidangan di Pengadilan Negeri Denpasar, Bali, hari ini.
"Setelah Angeline dilahirkan di klinik di daerah Canggu, Badung, Bali, pada 19 mei 2007 dan diangkat oleh Margriet, saya tidak pernah diizinkan bertemu dengan anak kandung," ujar Achmad Rosidiq, ayah kandung Angeline di Denpasar, seperti dilansir dari
Antara, Selasa (10/11).
Dalam sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Edward Harris Sinaga, saksi mengakui Angeline adalah anak kedua dari tiga bersaudara. Dia tidak mengetahui kondisi anaknya selama delapan tahun.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Achmad juga mengaku tidak mengetahui agama Angeline dan apakah anaknya itu memiliki akta kelahiran setelah dilakukan pengangkatan kala itu.
"Memang tidak pernah ada larangan dari terdakwa untuk bertemu dengan korban. Namun saya tidak diizinkan memperkenalkan diri sebagai orang tua kandung untuk sering menjenguk anaknya," katanya.
Dia mengatakan, tidak mengetahui siapa yang berhak memfasilitasi dirinya dengan terdakwa untuk upaya pengangkatan anak di Pengadilan Negeri Denpasar dalam hak asuh anak dan pembuatan akta kelahiran anak.
Dia mengakui, saat melahirkan Angeline hanya diberi uang oleh Margriet untuk biaya persalinan sebesar Rp800 ribu. Terakhir kali dia diberi uang Rp1 juta untuk perawatan kesembuhan istrinya, Hamidah.
Terkait isi surat hak asuh anak yang dibuat notaris Aneke Wibowo di Jalan Teuku Umar Denpasar, saksi hanya mendengar dari pihak notaris bahwa Angeline berhak mendapat hak waris dari orang tua angkatnya itu, dan diizinkan bertemu orang tua kandungnya setelah berusia 18 tahun.
Kemudian Hamidah, ibu kandung korban menambahkan, pada 24 Mei 2007 diajak Ahmad untuk ke notaris menemui terdakwa Margriet Megawe untuk hak asuh anak.
"Namun, setelah saya menyerahkan Angeline kepada terdakwa, saya tidak pernah bertemu dengan anak kandung dan sempat berbicara dengan terdakwa agar menjaga baik-baik," ujarnya.
Hamidah mengetahui anaknya hilang saat tim buser Polresta Denpasar mencari dirinya di tempat kos, pada 16 Mei 2015. Kemudian, pihaknya mengetahui korban meninggal dari informasi polisi dan dari media massa.
"Saat itu saya langsung datang ke kamar jenazah RSUP Sanglah, dan melihat anak saya sudah dalam kondisi tidak bernyawa," katanya.
Dalam persidangan, pihaknya mencurigai pembunuhan Angeline tersebut dilakukan terdakwa Margriet Megawe.
Dalam dakwaan disebutkan bahwa terdakwa Margriet pada 15 Mei 2015 melakukan pemukulan terhadap korban hingga kedua telinga dan hidung mengeluarkan darah. Kemudian, pada 16 Mei 2015 Pukul 12.30 WITA, terdakwa memukul korban dengan tangan kosong dengan tangan dan membenturkan kepala korban ke tembok sehingga Angeline menangis.
Terkdakwa Margriet memanggil saksi Agustay menuju ke kamar terdakwa dan Agustay melihat terdakwa Margriet sedang memegang rambut korban. Selanjutnya membanting kepala korban ke lantai sehingga korban terjatuh ke lantai dengan kepala bagian belakang membentur lantai setelah itu korban terkulai lemas.
Terdakwa kemudian mengancam Agustay agar tidak memberitahu kepada orang lain kalau dirinya memukul Angeline, dan dijanjikan imbalan uang Rp200 juta pada 24 Mei 2015, apabila mau mengikuti keinginannya.
Kemudian, Agustay diminta Margriet untuk mengambil sprei dan seutas tali untuk diikat ke leher Angeline. Dia lalu disuruh mengambil boneka Barbie milik Angeline dan meletakan ke dada korban.
Terdakwa Mergriet menyuruh Agustay membuka baju dan meletakkannya di atas tubuh Angeline, kemudian menyuruh memperkosanya. Agustay menolak dan berlari ke kamarnya.
Agustay kemudian mencuci tangannya dan membuka celana pendeknya serta mengambil korden warna merah yang diserahkan kepada terdakwa dan ditaruh di dekat korban. Selanjutnya, terdakwa menyuruh membakar rokok dan menyulutnya ke tubuh korban. Agustay tidak mau dan membuang rokok tersebut.
(meg)