Saksi Peristiwa 1965 di Belanda Waswas Pulang ke Indonesia

Gilang Fauzi | CNN Indonesia
Selasa, 10 Nov 2015 16:07 WIB
Todung Mulya Lubis, dalam sambutannya di hadapan hakim Pengadilan Rakyat Internasional, mengutarakan kecemasannya bakal dianggap sebagai pengkhianat.
Aksi protes atas pembungkaman kebebasan bicara yang ditandai dengan pembatalan sesi diskusi 1965 di Ubud Writers & Readers Festival 2015. (CNN Indonesia/Rizky Sekar Afrisia)
Jakarta, CNN Indonesia -- Tim pengacara Indonesia beserta saksi yang mereka bawa untuk dihadapkan pada Pengadilan Rakyat Internasional atas Kejahatan Kemanusiaan 1965 atau International People’s Tribunal (IPT) 1965, menyadari betul posisi mereka berada dalam bayang-bayang ancaman.

Meski sidang digelar di Den Haag, Belanda, tim yang menamakan diri sebagai “Pengungkap kebenaran peristiwa 1965” merasa waswas dengan nasib mereka saat nantinya kembali ke Indonesia.

"Kami datang jauh-jauh dari Indonesia bukan tanpa menanggung risiko. Sebagai manusia biasa, kami merasa cemas," kata advokat IPT Todung Mulya Lubis dalam sambutannya di hadapan hakim persidangan IPT 1965 di Den Haag, Belanda, Selasa (10/11).
“Kami tidak dapat membayangkan apa yang akan terjadi pada kami ketika pulang dari sini. Sangat mungkin kami dituduh mengeringkan kain kotor di tempat terbuka, memperlihatkan sisi gelap masyarakat dan bangsa kami, dan karenanya kami akan dianggap sebagai pengkhianat,” ujar Todung.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Bukan tak mungkin pula, kata dia, tim IPT 1965 akan diinterogasi oleh otoritas Indonesia, bahkan ditahan.

Simak terus perkembangan sidang ini di Fokus: SIDANG RAKYAT TRAGEDI 1965 DIGELAR

Kekhawatiran yang dirasakan Todung bersama rombongan koleganya di Belanda bukan tanpa alasan, sebab baru-baru ini di Indonesia, diskusi terkait peristiwa 1965 tak mendapat restu dari pemerintah.

Pemerintah Indonesia bahkan kerap menolak untuk diajak diskusi terbuka mengenai peristiwa 1965. Kalaupun diskusi itu tetap dipaksakan untuk digelar, kata Todung, pemerintah pasti akan langsung melarangnya.

"Itulah yang terjadi dengan perhelatan Ubud Writers & Readers Festival di Bali pekan lalu. Kami merasa cemas karena di negeri yang kami cintai, peristiwa 1965 telah menjadi semacam tabu yang tak layak diperbincangkan," kata Todung.

Pada UWRF 2015, pemerintah juga melarang pemutaran film The Look of Silence yang berlatar belakang peristiwa 1965 karya Joshua Oppenheimer. Sementara tiga diskusi yang dibatalkan karena tekanan otoritas ialah 1965, Bearing Witness; 1965, Writing On; dan 1965, Bali.
"Bukan berarti tidak ada dari kami yang berusaha memperjuangkan kegiatan itu terlaksana. Bagaimana pun, ujung-ujungnya kami kerap dihadapkan dengan aparat kepolisian, dan juga tidak menutup kemungkinan dengan kelompok yang menamakan diri 'antikomunis'," ujar Todung.
Dalam IPT 1965, negara Indonesia duduk sebagai terdakwa. Indonesia dituduh melakukan pembunuhan, perbudakan, penahanan, penyiksaan, penganiayaan, penghilangan paksa orang-orang, dan penganiayaan melalui propaganda.

Semua tindakan tersebut dituding merupakan bagian dari serangan meluas dan sistematis yang ditujukan kepada Partai Komunis Indonesia dan orang-orang yang diduga sebagai simpatisannya. (agk)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER