Jakarta, CNN Indonesia -- Anggota Dewan Perwakilan Daerah asal DKI Jakarta Fahira Idris meminta semua pihak tak lagi menyebut warga yang tinggal di sepanjang bantaran Sungai Ciliwung sebagai penyebab banjir.
Menurutnya, warga justru korban dari kekeliruan pendekatan dalam membangun Jakarta yang sudah terjadi puluhan tahun.
“Jakarta ini tidak dikembangkan sesuai dengan kebutuhannya. Makanya kota ini mengalami sebuah tekanan ekologis yang berat, salah satunya banjir,” kata Fahira Idris dalam keterangan tertulisnya, Kamis (12/11).
Oleh karena itu menurutnya, normalisasi Kali Ciliwung juga bukan jaminan Jakarta bisa bebas banjir.
Masyarakat harus diedukasi bahwa persoalan utama banjir Jakarta adalah penurunan tanah yang luar biasa di ibu kota. Bahkan menurutnya, di sebagian wilayah utara, laju penurunan tanah mencapai 26 cm pertahun.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Penyebabnya adalah eksploitasi air tanah yang berlebihan, terutama oleh industri. Selain itu, tempat yang seharusnya jadi resapan air, malah dikeluarkan izin mendirikan bangunan diatasnya oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
"Jika aturan mengenai batas penyedotan air tanah ini tidak segera disusun secara progresif dan ditegakkan, maka bisa dipastikan laju penurunan tanah di Jakarta akan semakin cepat,” kata Wakil Ketua Komite III DPD ini.
Fahira juga menilai, banjir Jakarta juga disebabkan oleh alih fungsi hutan bakau di pesisir Jakarta.Di wilayah utara sekarang banyak berdiri perumahan mewah. Padahal kawasan itu dulunya merupakan hutan bakau yang menghalangi limpasan air laut ke darat saat terjadi pasang air laut.
"Jika Pemprov DKI Jakarta tidak berani meninjau ulang ijin-ijin perumahan mewah dan pusat perbelanjaan yang berdiri di sepanjang pesisir Jakarta, selamanya Jakarta akan banjir," katanya.
Namun Pemprov, kata Fahira terkesan tutup mata karena mereka yang tinggal atau mendirikan tempat usaha di wilayah Utara ini adalah kaum elite yang jelas mengantongi izin.
"Berbeda dengan warga di sepanjang Ciliwung,” ujarnya.
Karena itu Fahira mendesak Pemprov DKI Jakarta untuk melakukan moratorium penggusuran sampai semua persoalan selesai dan masyarakat menerima direlokasi.
“Kejadian Kampung Pulo jangan sampai terulang. Para pejabat Pemprov DKI harusnya jadi bapak yang mengayomi warganya. Utamakan dialog dan komunikasi. Kalau di Bukit Duri nanti terjadi lagi kekacauan, kebijakan Pemprov DKI terkait relokasi harus dievaluasi,” ujarnya.
(sur)