Jakarta, CNN Indonesia -- Pengemudi gojek yang jadi mitra kerja Gojek menilai perusahaan tersebut melanggar Undang-undang Ketenagakerjaan. Pelanggaran Undang-undang Nomor 13 tahun 2003 terjadi karena Gojek tak memberikan kejelasan status karyawan bagi pengemudi gojek yang jadi mitranya.
Koordinator Aksi pengemudi Gojek Fitrijansjah Toisutta mengatakan, dalam Undang-undang Ketenagakerjaan tidak diatur soal kemitraan ini. Sementara Gojek menurutnya berpegang pada perjanjian kerja dengan pengemudi.
"Saya bilang tidak bisa, lebih tinggi Undang-undang Ketenagakerjaan dibanding perjanjian kerja. Saya juga bilang kemitraan dengan model begini melanggar UUD 1945," kata Fitrijansjah usai bertemu manajemen di Kantor Gojek, Jakarta, Senin (16/11).
Sebelum bertemu dengan manajemen, belasan pengemudi Gojek menggelar aksi di depan kantor penyedia jasa layanan ojek online tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menanggapi permintaan beberapa pengemudi ojek yang jadi mitranya ini, Vice President PT Gojek Tadeus Nugraha menyarankan agar para pengojek yang tidak menerima sistem kemitraan dengan PT Gojek untuk memutus kerja sama.
"Kalau menurut mereka hidup menjadi
driver Gojek tidak bahagia, ya monggo, putus saja kemitraannya. Tapi bukan berarti kami memecat karena ini sifatnya kemitraan," kata Tadeus.
Ia pun menyayangkan demonstrasi yang dilakukan beberapa pengojek di depan kantor PT Gojek. Menurut Tadeus, seharusnya demonstrasi tidak perlu dilakukan para pengojek yang bermitra dengan kantornya.
"Mereka bisa datang, ambil antrian. Nanti mereka akan dilayani agen-agen. Semua keluhan akan dilayani. Jadi tidak perlu sampai ribut-ribut," katanya.
Kejelasan status merupakan salah satu tuntutan Fitrijansjah dan beberapa dan rekan-rekannya. Mereka mempermasalahkan status mereka sebagai mitra kerja dengan Gojek, bukan sebagai karyawan perusahaan tersebut.
(sur)