Jakarta, CNN Indonesia -- Politikus PDI Perjuangan Masinton Pasaribu menyindir Direktur Utama PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo II) Richard Joost Lino yang menjual kontrak perpanjangan konsesi Jakarta International Container Terminal (JICT) kepada perusahaan asal Hong Kong, Hutchison Port Holdings (HPH).
"Kalau pengelolaan peti kemas itu 100 persen dikelola bangsa kita, keuntungan Rp40 triliun itu buat bangsa kita selama 20 tahun. Kalau diserahkan pada asing, ya keuntungannya kecil," kata Masinton di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (18/11).
Masinton beranggapan masih banyak perusahaan lokal yang mampu mengelola peti kemas di pelabuban Tanjung Priok. Dia pun menyesalkan keputusan Lino beberapa bulan lalu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau RJ Lino mengaku hebat, bukan kita menyerahkan pada asing harusnya ditunjukkan dikembalikan pengelolaan peti kemas pada bangsa kita sendiri. Kalau menyerahkan aset kita dikelola asing, bukan hebat tapi antek," ujarnya.
Dalam kesempatan yang sama, Masinton pun menuding adanya permainan antara Lino dengan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno terkait perpanjangan kontrak tersebut.
"Ada izin keluarnya dari Menteri BUMN bulan Juni tahun 2015 berkaitan dengan perpanjangan kontrak pengelolaan terminal petikemas antara PT JICT (Jakarta International Container Terminal) dengan Perusahaan Hong Kong," katanya.
Perpanjangan tersebut, menurut Masinton, melanggar UU 17/2008 yang mengatur antara regulator dan operator.
"Perpanjangan kontrak yang dilakukan Pelindo harus memperoleh izin konsesi dari regulator, Kementerian Perhubungan. Dalam hal ini, Menteri Rini menyetujui perpanjangan kotrak tanpa memperhatikan undang-undang tersebut," ujarnya.
Wacana penjualan JICT sudah dimulai Lino sejak 27 Juli 2012 melalui surat HK.565/14/2/PI.II-12 kepada CEO Hutchison. Lino dinilai menjual murah JICT seharga US$215 juta, lebih rendah dari harga privatisasi tahun 1999 sebesar US$243 juta. Menurut Nova, ada potensi hilangnya pendapatan JICT sebesar Rp35 triliun.
(meg)