LIPUTAN KHUSUS

Filep Karma, Komandan Gerak Jalan dan Wakil Ketua OSIS

Giras Pasopati | CNN Indonesia
Kamis, 19 Nov 2015 11:50 WIB
Namanya Filep Jacob Semuel Karma. Ia tahanan politik Papua Merdeka yang bebas hari ini. Ikuti liputan khusus CNN Indonesia tentangnya.
Filep Karma di depan pintu masuk Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Abepura. (CNN Indonesia/Giras Pasopati)
Jayapura, CNN Indonesia -- Pada 1 Desember 2004, Filep Jacob Semuel Karma, seorang mantan Pegawai Negeri Sipil (PNS) ditangkap pemerintah Indonesia karena mengibarkan Bendera Bintang Kejora. Namun siapa yang menyangka bahwa di masa mudanya, Filep pernah menjadi komandan gerak jalan guna memperingati Hari Raya Kemerdekaan Indonesia.  

Akhir Agustus lalu, siang di Jayapura cukup terik ketika CNN Indonesia menjenguk Filep Karma. Filep adalah tahanan politik yang telah mendekam sejak 2005 di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Abepura.
Di pendopo tempat bertemunya narapidana dan pengunjung, pria berjanggut panjang tersebut mengenakan pakaian yang menjadi ciri khasnya. Baju safari khas PNS, tapi dengan emblem bendera Bintang Kejora di dada, topi berbendera Timor Leste dan sepatu olahraga berwarna putih.

“Saya pernah ikut jadi komandan, pemimpin gerak jalan dari airport Sentani sampai Lapangan Mandala, 45 kilometer jaraknya,” ujar Filep ketika ditanya tentang masa mudanya sebelum hijrah ke Surakarta untuk menempuh kuliah.  (Ikuti FOKUS: Lelaki ini Bernama Filep Karma)

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Air muka Filep serius saat itu. Ia tampak berusaha mengingat sisa-sisa memori tentang masa mudanya. Masa di mana Filep belum memiliki ideologi untuk memerdekakan Papua dari pemerintah Indonesia.

“Waktu itu, sebagai remaja saya sudah merasa kami dijajah, tapi memang ada euforia sesaat. Saya masih sekolah di SMA Negeri 414 Abepura di Jayapura. Saat itu saya Wakil Ketua OSIS (Organisasi Siswa Intra Sekolah),” kenangnya.
Filep mengaku, saat itu pikirannya belum seterbuka saat ini. Ia mengatakan bahwa pilihannya untuk mengikuti gerak jalan karena nama baik almamaternya. Apalagi dia salah satu pengurus OSIS.

“Waktu itu saya berpikir, ini demi nama almamater. Sebagai Wakil Ketua OSIS saya merasa ingin menang, walau akhirnya kalah. Namun artinya saya juga merasakan itu merupakan proses indoktrinasi Indonesia.”

Perubahan dalam diri Filep makin besar ketika akhirnya anak dari mantan petinggi Papua itu memutuskan untuk menempuh kuliah di Pulau Jawa.

Filep adalah anak dari Andreas Karma, salah satu bupati paling populer di Papua. Andreas ialah Wakil Bupati Jayapura pada 1968 hingga 1971. Dia lalu menjadi Bupati Wamena pada 1970-an serta Serui pada 1980-an.

Ia mengaku beberapa kali mendapat perlakuan rasialisme ketika mendalami kuliah di jurusan Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Solo. Hal itu membuat pandangan Filep akan nasionalisme Indonesia kelam.
Meski mendapat tekanan, Filep mengaku keinginannya untuk maju saat itu sangat kuat. Ia mengatakan bahwa cita-citanya adalah kuliah di jurusan Hubungan Internasional. Perjuangan untuk mencapai cita-cita pun ditempuh Filep meski dia telah terdaftar di UNS.

“Saya masuk tahun 79, lulus 87. Selama tiga tahun, 79-81, setiap ada ujian masuk baru, saya ikut. Saya ingin masuk HI di UGM (Universitas Gadjah Mada), kalau tidak Unpad (Universitas Padjajaran). Maka setiap ada pembukaan mahasiswa baru, saya ikut saja. Jadi (kuliah) yang di UNS sering tidak ikut ujian,” katanya sambil terkekeh.

Sayangnya, perlakuan rasialisme berulang kali menyakiti hati Filep. Hal itu juga terjadi bahkan di kala ia ingin memberikan penghormatan kepada bangsa yang merdeka pada tahun 1945 ini.

“Ada satu hal juga yang menyakitkan, pernah saya disuruh ikut upacara 17 Agustus-an. Saat itu saya sudah siapkan pakaian rapi sampai dasi. Saya tanya sama teman saya, 'Kalian tidak ikut upacara bendera?' Tapi mereka bilang, ‘Ya kalian itu, orang Irian yang baru merdeka, itu yang perlu ikut upacara.’ Hati saya sakit.”

Hingga kini Filep masih menyimpan rasa sakit akibat perlakuan rasial yang menimpa dirinya dan orang-orang asli Papua. Filep mengaku, sulit memahami pemikiran orang-orang yang bersikap rasial.

"Saya bingung, tidak paham. Saya hitam dan keriting sudah dari sananya. Sudah ciptaan Tuhan." (gir/sip)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER