Jakarta, CNN Indonesia -- Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Medan Tripeni Irianto Putro mengaku sama sekali tidak punya itikad menerima duit suap. Terdakwa kasus suap ini juga tak pernah meminta untuk disuap saat menyidang gugatan terhadap surat panggilan dari Kejaksaan Tinggi Sumut terkait penyelidikan dugaan korupsi.
Dalam sidang dengan agenda pembelaan, Tripeni mengatakan, duit suap tersebut sempat ditolaknya. Suap itu berasal dari Gubernur Nonaktif Sumatera Utara Gatot Pujo Nugroho yang diserahkan pengacara Otto Cornelis Kaligis dan anak buahnya, M Yagari Bhastara alias Geri.
Tripeni juga mengaku tak pernah mengundang Kaligis maupun Geri untuk datang ke ruangannya. Meski tak pernah meminta suap, uang sebesar Sin$ 5.000 dan US$ 15 ribu itu tetap sampai juga ke tangannya. Tripeni mengaku kehabisan akal untuk menolak duit suap itu.
"Uang tersebut masih utuh dan tidak pernah saya gunakan. Saya bahkan tidak tahu total jumlahnya ada berapa. Saya punya niatan untuk mengembalikan uang itu namun tidak kesampaian," kata Tripeni dalam sidang Pengadian Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Kamis (26/11).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pengembalian duit suap tidak terwujud lantaran Tripeni mengaku sibuk dalam menangani perkara. Selain itu, mantan Ketua PTUN Medan ini juga disibukan dengan uji kelayakan menjadi hakim Pengadilan Tinggi.
Dalam pledoinya, Tripeni berharap hakim dapat memberikan putusan secara adil dengan mempertimbangkan pembelaan yang dia buat. Tripeni menegaskan, jika memang dirinya tidak punya niat mengembalikan duit suap, uang tersebut sudah dipakainya atau beralih tangan.
"Saya yakin majelis hakim yang terhormat dapat memahami suasana kebatinan saya saat ini, bahwa saya tidak punya niatan untuk menerima apalagi meminta uang tersebut," ujar Tripeni.
Tripeni merupakan hakim ketua dari majelis hakim beranggotakan Amir Fauzi dan Dermawan Ginting. Ketiganya menangani perkara gugatan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara terhadap surat panggilan Kejaksaan Tinggi Sumut terkait penyelidikan dugaan korupsi.
Kejati Sumut kala itu tengah mendalami penyelidikan dugaan korupsi Dana Bantuan Sosial, Bantuan Daerah Bawahan (BDB), Bantuan Operasional Sekolah (BOS), tunggakan Dana Bagi Hasil (DBH), dan penyertaan modal pada sejumlah Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) pada Pemprov Sumut.
Dalam putusan terhadap penanganan perkara tersebut, majelis hakim membatalkan surat panggilan Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara karena dianggap sebagai bentuk penyalahgunaan wewenang. Dua hari berselang usai sidang, 9 Juli 2015, Tripeni dicokok oleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi setelah kedapatan menerima duit suap dari Geri.
Atas perbuatannya, Tripeni didakwa melanggar Pasal 12 huruf a, atau b, atau c, atau Pasal 6 ayat 2 dan Pasal 5 ayat 2, atau Pasal 11, UU Tipikor juncto 64 ayat 1 juncto Pasal 55 KUHP.
Ia dituntut hukuman 4 tahun penjara dan denda Rp 300 juta subsidair 5 bulan kurungan.
(sur)