Jakarta, CNN Indonesia -- Penundaan seleksi final pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) oleh para petinggi di Komisi III Hukum Dewan Perwakilan Rakyat dinilai hanya mencari ruang untuk lobi politik. Sebabnya, alasan penundaan dianggap tidak jelas dan tidak signifikan demi tujuan kemajuan pemberantasan korupsi.
Ketua Setara Institute Hendardi mengatakan adanya penundaan tersebut hanya akan membuka peluang negosiasi politik demi tujuan pelemahan KPK.
"Bukan untuk tujuan kemajuan pemberantasan korupsi. Dari argumentasi yang mengemuka, dengan menunda pemilihan pimpinan KPK, DPR sebenarnya menjalankan politik
wasting time untuk buka ruang negosiasi politik," ujar Hendardi kepada pernyataan yang diterima CNN Indonesia, Sabtu (28/11).
Lebih jauh, dia menilai upaya pelemahan KPK tersebut juga tampak dari adanya percepatan revisi Undang-undang KPK. "Penundaan pemilihan dan revisi UU KPK, keduanya merupakan upaya sistematis melemahkan KPK," katanya.
Sebelumnya, Ketua Komisi III DPR, Aziz Syamsudin, akhirnya menyatakan penundaan uji kepatutan dan kelayakan calon pimpinan KPK, pada Rabu (25/11) malam.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Berdasarkan pandangan fraksi, kami menyepakati menunda pengambilan keputusan apakah capim KPK kami lanjutkan atau kami kembalikan sampai minggu depan, hari Senin," kata Aziz.
Lebih jauh, dia mengatakan terdapat adanya perbedaan pandangan antarfraksi yang berlangsung di dalam rapat pleno terhadap ketiadaan unsur Kejaksaan dalam capim KPK. Hal tersebut, ujarnya, perlu dikaji secara komprehensif.
Meski demikian, Aziz tak menjelaskan fraksi mana saja yang menolak mengambil keputusan terkait seleksi calon pimpinan KPK. Ia mengatakan terbentur aturan apat tertutup, sehingga tidak bisa menyampaikan pandangan-pandangan fraksi di luar rapat.
Namun Aziz menegaskan Komisi III sesungguhnya tidak berniat mengulur waktu pemilihan calon pimpinan KPK. "Komisi III sudah menyerahkan ke fraksi masing-masing. Fraksi selanjutnya akan melakukan pendalaman. Itu kewenangan fraksi," ujar Aziz.
Sementara itu, Koalisi Pemantau Peradilan menilai tak ada alasan menunda pemilihan calon pemimpin Komisi Pemberantasan Korupsi. Koalisi yang beranggotakan tujuh lembaga swadaya masyarakat ini juga menilai tak ada alasan untuk mengembalikan usulan nama-nama calon pemimpin KPK ke pemerintah.
Koalisi Pemantau Peradilan mengingatkan DPR untuk tidak melanggar undang-undang dalam proses seleksi capim KPK. Proses uji kelayakan dan kepatutan capim KPK harus tetap dilanjutkan dan tak ada alasan untuk menunda atau kembalikan.
Berdasarkan pasal 30 Ayat 10 Undang-undang KPK pada intinya menyebutkan bahwa DPR wajib memilih dan menetapkan calon pemimpin KPK. Dengan kata lain, DPR wajib memilih dan tidak boleh menolak kembalikan delapan nama capim KPK ke pemerintah.
"Penundaan uji kelayakan dan kepatutan berarti DPR telah menyalahi ketentuan undang-undang," kata Hendardi.
(utd)