Jakarta, CNN Indonesia -- Penyidik Kejaksaan Agung dijadwalkan periksa Wakil Gubernur Sumatera Utara Tengku Erry Nuradi sebagai saksi perkara dugaan korupsi dana hibah dan bantuan sosial di Sumut periode 2012-2013, Senin (30/11) pagi ini.
Pemeriksaan terhadap Erry akan dilakukan oleh penyidik pada Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (JAMpidsus) Kejaksaan Agung. Ini adalah panggilan ketiga yang dilayangkan Kejagung kepada Erry, setelah sebelumnya ia diperiksa perdana pada 5 Agustus silam.
"Hari ini Pak Erry akan diperiksa penyidik Kejagung. Dijadwalkan pemeriksaan mulai pukul 10.00 WIB," ujar Ketua Tim Penyidik perkara dana hibah dan bansos Sumut pada JAMpidsus, Victor Antonius, saat dihubungi.
Sebelumnya, Erry sempat dipanggil untuk diperiksa pada Kamis (26/11) lalu. Namun, ia tak hadir dalam panggilan pekan lalu karena mengaku belum mendapat surat panggilan pemeriksaan dari atasannya, Menteri Dalam Negeri.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Saat diperiksa perdana 5 Agustus lalu, Erry mengaku ditanyai soal peran dan posisinya di Pemprov Sumut. Dia mengaku baru bertugas sebagai Wakil Gubernur terhitung sejak Juni 2013.
Hal itu menjadi alasan bagi Erry atas ketidaktahuannya terhadap mekanisme pencairan dana bansos yang telah ditandatangani koleganya, Gubernur Nonaktif Sumatera Utara Gatot Pujo Nugroho, yang saat ini telah menjadi tersangka pada perkara itu.
Hingga saat ini Kejagung telah menetapkan dua tersangka pada perkara korupsi dana hibah Sumut periode 2012. Mereka adalah Gatot Pujo Nugroho dan Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Perlindungan Masyarakat Sumut Eddy Sofyan.
Gatot ditetapkan sebagai tersangka karena dianggap tidak melakukan verifikasi terhadap para penerima dana hibah dan bansos, sedangkan Eddy dianggap turut membantu adanya penerima-penerima dana bansos siluman di Sumut.
"Eddy membantu meloloskan data-data yang sebenarnya belum lengkap, antara lain keterangan-keterangan LSM yang tidak diketahui oleh desa setempat," kata JAMpidsus Arminsyah.
Total kerugian negara sementara yang ditemukan penyidik Kejagung atas perbuatan Gatot dan Eddy mencapai angka Rp2,2 miliar. Jumlah tersebut masih dapat bertambah setelah hasil audit dari BPK telah keluar nantinya.
(bag)