Jakarta, CNN Indonesia -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan telaah laporan dugaan tindak pidana kasus pencatutan nama Presiden Joko Widodo dan wakilnya Jusuf Kalla, dalam renegosiasi kontrak PT Freeport Indonesia. Pelaksana Tugas Wakil Ketua KPK Johan Budi Sapto Pribowo enggan membocorkan perkembangan kasus tersebut.
"Soal Freeport saya belum dapat informasi, kalau soal itu tanya ke Pak Said Didu (Staf Khusus Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said)," kata Johan di KPK, Jakarta, Senin (30/11).
Said Didu pernah bertemu dengan Tim Pengaduan Masyarakat KPK, Jumat lalu (20/11). Namun, ketika dikonfirmasi awak media soal pelaporan Freeport, ia menampiknya. "Saya hanya mau merokok," kata Said sambil berlalu.
Johan membenarkan Said Didu bertemu dengan Tim Pengaduan Masyarakat, namun untuk membahas Petral, anak perusahaan Pertamina. Namun, ia tak menampik Said Didu membahas hal lainnya, termasuk Freeport.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ada informasi yang tidak boleh dibagi, itu kan pelapor, kalau pelapornya tidak mau ngomong ya kita harus hormati," ujarnya.
Berdasar UU Minerba, perpanjangan kontrak Freeport baru akan dilaksanakan pada 2019 mendatang. Namun, dalam transkripsi percakapan yang beredar antara Ketua DPR Setya Novanto dan petinggi Freeport, mencuat renegosiasi kontrak yang ditawarkan.
Transkripsi tersebut, diyakini Sudirman Said, berdasar pertemuan pada Senin 8 Juni 2015, sekitar pukul 14.00-16.00 WIB, bertempat di suatu hotel di kawasan Pacific Place SCBD, Jakarta Pusat.
Di pertemuan itu, kata Sudirman, Setya menjanjikan suatu cara penyelesaian tentang kelanjutan kontrak Freeport, dan meminta agar Freeport memberikan saham yang disebut-sebut akan diberikan kepada Presiden Joko Widodo sebanyak 11 persen dan Wakil Presiden Jusuf Kalla sejumlah 9 persen.
Sementara itu, Wakil Ketua KPK Zulkarnain mengatakan kehadiran Said Didu untuk berkonsultasi masalah etika anggota DPR yang terkait pencatutan Jokowi-JK dalam renegosiasi Freeport. Kedua belah pihak juga saling memberi masukan.
"Dia dengar, aturan-aturannyanya bagimana, etika maupun hukum. Ada hal yang tidak benar, secara hukum bagaimana, kalau ketentuan etika bagaimana," ucapnya.
(pit)