'PTDI Hendak Kuasai Teknologi Dirgantara, Jangan Dilecehkan'

CNN Indonesia
Selasa, 01 Des 2015 12:22 WIB
PT Dirgantara Indonesia selama ini menjadi subkontraktor untuk industri pesawat-pesawat terbang besar di dunia seperti Airbus Eropa dan Boeing AS.
Hanggar PT Dirgantara Indonesia memproduksi dan merakit pesawat untuk puluhan negara. (ANTARA/Novian Arbi)
Jakarta, CNN Indonesia -- Anggota Komisi Pertahanan DPR Tubagus Hasanuddin meminta Tentara Nasional Indonesia tak memandang sebelah mata kemampuan PT Dirgantara Indonesia. PTDI sempat disebut lamban oleh Kepala Staf TNI Angkatan Udara Marsekal Agus Supriatna. Ini salah satu sebab kenapa TNI memilih membeli helikopter VVIP buatan luar negeri.

“Sejak tahun 1976, PTDI dibangun untuk menguasai teknologi kedirgantaraan sebagai penunjang kemandirian bangsa di sektor teknik dan manufaktur,” kata mantan perwira tinggi TNI Angkatan Darat itu di Jakarta.
PTDI dikenal dengan sebutan Industri Pesawat Terbang Nusantara atau IPTN sejak 1985, dan pertama kali berdiri dengan nama PT Industri Pesawat Terbang Nurtanio di bawah Bacharuddin Jusuf Habibie sebagai presiden direkturnya.

Nama PT Dirgantara Indonesia muncul pada tahun 2000 setelah IPTN direstrukturisasi. Badan Usaha Milik Negara ini merupakan perusahaan industri pesawat terbang satu-satunya di Indonesia dan Asia Tenggara.
Hasanuddin membeberkan deretan pencapaian PTDI. Pada era 1980-an, PTDI (IPTN) bersama CASA (Construcciones Aeronáuticas SA Spanyol) melakukan rekayasa teknik pembuatan sayap pesawat NASA Airfoil menjadi PTDI Airfoil tipe NACA 653-218 yang sampai hari ini dipakai oleh pesawat CN-295 dan telah disertifikasi oleh badan sertifikasi nasional dan internasional seperti Direktorat Jenderal Perhubungan Udara RI, Institut Nasional untuk Teknologi Dirgantara Spanyol (INTA), dan Badan Keselamatan Penerbangan Eropa (EASA).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Maju pada era 2000, kata Hasanuddin, PTDI dipercaya menjadi pemasok tunggal rekayasa manufaktur sayap bagian depan pesawat komersial Airbus A380 dan A320, dengan produksi per bulan sekitar 40 set per tipe. Itu merupakan pesanan Spirit AeroSystems Inggris yang merupakan pemasok Airbus Group –pabrik pesawat terbang sipil yang bermarkas di Perancis.

Kini, ujar Hasanuddin, PTDI bersama Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) melakukan rekayasa teknik dan manufaktur pesawat perintis bermuatan 19 penumpang, yakni N-219.

Subkontraktor Airbus dan Boeing

Selama ini PTDI memang menjadi subkontraktor untuk industri-industri pesawat terbang besar di dunia. Tak hanya Airbus Eropa, tapi juga Boeing dan General Dynamics asal Amerika Serikat, serta Fokker Belanda.

Bukan cuma memproduksi dan merakit pesawat, termasuk helikopter, PTDI pun membuat senjata dan menawarkan jasa pemeliharaan mesin-mesin pesawat.

Terkait EC725 Caracal atau Super Cougar yang ditawarkan PTDI sebagai helikopter VVIP untuk presiden, Hasanuddin menyatakan heli jenis itu sesungguhnya pun sebelumnya telah dimiliki oleh TNI AU, juga digunakan sebagai helikopter tempur oleh Libanon, Chad, Afghanistan, Mali, dan Libya.
Super Cougar merupakan pengembangan dari Super Puma, helikopter yang lisensinya dipegang oleh Airbus Helicopters. Super Puma, kemudian Super Cougar, telah dirakit PTDI sejak awal 1990-an.

EC725 yang telah dirombak menjadi helikopter VVIP bahkan telah digunakan oleh 32 kepala negara di dunia, antara lain Aljazair, Malawi, Angola, Meksiko, Azerbaijan, Maroko, Brazil, Nepal, Kamerun, Oman, Chile, Panama, China, Singapura, Ekuador, Korea Selatan, Perancis, Spanyol, Gabon, Turki, Georgia, Turkmenistan, Jerman, Arab Saudi, Venezuela, Jepang, Vietnam, Zaire, Kuwait, Zimbabwe.

“KSAU kan Komisaris Utama PTDI, masak tidak tahu,” kata Hasanuddin, menyindir.

TNI telah menjatuhkan pilihan pada Agusta Westland AW101 buatan Italia-Inggris sebagai helikopter VVIP. KSAU Marsekal Agus mengatakan tak memilih dengan sembarangan, melainkan berdasarkan kajian internal TNI AU yang telah dimatangkan di Markas Besar TNI.
Satu unit AW101 sudah dipesan sejak Juni 2014, dan kini memasuki perakitan tahap akhir di Italia sebelum dikirim ke Indonesia tahun depan.
Menurut KSAU, institusinya punya dua kali pengalaman bisnis tak mengenakkan dengan PTDI, yakni saat mereka memesan helikopter Super Cougar dan NAS 332 Super Puma.

“Kontrak pemesanan EC725 Caracal diteken tahun 2012. Rencananya, pembuatan helikopter selesai dalam 38 bulan. Seharusnya pesanan sudah datang Mei 2015, tapi perjanjian diamandemen sehingga mundur,” ujar Agus.

Sementara kontrak helikopter NAS 332 Super Puma, menurut Agus, hingga kini pun pending item sehingga belum bisa dioperasikan.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER