Jakarta, CNN Indonesia -- Deputi Bidang Penindakan dan Pembinaan Kemampuan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Inspektur Jenderal Arief Dharmawan menilai pencegahan terorisme di Indonesia masih lemah. Pasalnya, tidak ada dasar hukum yang kuat untuk aspek pencegahan terorisme.
Arief mengatakan perangkat hukum yang ada lebih banyak mengatur soal penegakan hukum tindak pidana terorisme. Sayangnya, aspek pencegahan seolah dilupakan.
Ia menilai Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme perlu direvisi dengan menguatkan aspek pencegahan.
"Misalnya begini, ketika saya diam-diam ke Suriah untuk gabung ISIS, tidak ada satupun UU yang bisa melarang. Saya gabung di sana suka-suka lalu kembali lagi ke Indonesia, tidak ada juga UU yang bisa mencegah," katanya.
Saat ini, Arief mengatakan ada 800 warga Indonesia yang telah kembali ke Indonesia setelah bergabung dengan ISIS. Terhadap 800 orang ini, kata Arief, hanya sedikit yang menjalani pembinaan.
"Mungkin 800 orang ini hanya diawasi. Padahal bisa saja mereka menjadikan Indonesia tempat tempur yang baru. Misalnya Ali Imron dulu kan juga kembali dari Afghanistan," katanya.
Senada dengan Arief, Sekretaris Utama BNPT Mayor Jenderal Abdul Rahman Kadir mengatakan pihaknya akan mendorong agar Undang-undang Nomor 16 Tahun 2003 bisa segera direvisi. BNPT menurutnya telah memberikan masukan berupa muatan materi yang perlu ditambahkan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
(pit)