Jokowi Anggap Revisi UU Dilakukan untuk Perkuat KPK

Resty Armenia | CNN Indonesia
Rabu, 02 Des 2015 11:26 WIB
Jokowi mengaku telah meminta para pembantunya untuk mengajak diskusi ahli hukum, akademisi, dan aktivis antikorupsi terkait persoalan revisi UU KPK.
Presiden Jokowi saat blusukan sambil membagikan sembako ke wilayah Jakarta Timur, Selasa (8/9). (CNN Indonesia/Resty Armenia)
Jakarta, CNN Indonesia -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyatakan revisi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi perlu dilakukan untuk memperkuat lembaga antirasuah.

Jokowi mengatakan inisiatif revisi UU KPK sebenarnya muncul dari Dewan Perwakilan Rakyat. Oleh karenanya, ia meminta para pembantunya untuk bertanya kepada masyarakat terkait usulan para anggota legislatif tersebut.

"Pertama, perlu saya sampaikan, inisiatif RUU KPK adalah dari DPR. Yang dulu juga saya sampaikan, tolong rakyat ditanya," ujarnya di Bandara Halimperdanakusuma, Jakarta Timur, Rabu (2/12).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Jokowi pun mengaku telah meminta para pembantunya untuk mengajak diskusi ahli hukum, akademisi, dan aktivis antikorupsi terkait persoalan tersebut, sehingga mendapatkan masukan yang komprehensif dari berbagai pihak.

"Terakhir, semangat revisi KPK itu untuk memperkuat KPK, bukan untuk memperlemah," katanya.

Sekretaris Kabinet Pramono Anung kemarin mengungkapkan, hingga saat ini Presiden belum berencana untuk mengeluarkan Amanat Presiden (Ampres) terkait revisi UU KPK.

"Sebenarnya mengenai amanat tersebut belum ada, karena UU KPK ini kan inisiatif DPR," ujar politisi yang akrab disapa Pram ini di Gedung III Kementerian Sekretariat Negara, Jakarta Pusat.

Pram menjelaskan, sebelum muncul inisiatif revisi UU KPK dari DPR memang sempat ada pembahasan antara pemerintah dengan para pimpinan lembaga antirasuah. Dalam pertemuan itu, tuturnya, disimpulkan bahwa perlu dilakukan beberapa perubahan pada peraturan tersebut dalam rangka memperkuat institusi antikorupsi itu.

"Jadi bukan pada terminologi melemahkan, tapi malah lebih memnguatkan, karena ada beberapa persoalan yang dalam perjalanan yang tidak bisa terselesaikan oleh Undang-Undang ini dan kemudian muncul banyak judicial review dan praperadilan," katanya.

Politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu memaparkan, ada empat kesimpulan yang ditarik kala itu, yakni terkait dengan pengaturan yang memungkinkan komisi antirasuah itu menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3), penyadapan, pembentukan Dewan Pengawas, dan penyidik independen.

"Jadi dalam konteks itulah pernah didiskusikan mengenai beberapa hal. Nah karena sekarang ini sudah menjadi inisiatif dewan, tentunya pemerintah menunggu tindak lanjut dari dewan, karena di dewan sendiri kan belum masuk pada diketok di paripurna untuk menjadi prolegnas," ujarnya.

Yang jelas, kata Pram, pemerintah berpandangan bahwa KPK dalam kondisi sekarang masih banyak menghadapi persoalan yang berkaitan korupsi, sehingga dibutuhkan peraturan yang mendukung agar tetap menjadi suatu lembaga yang kuat.

Sebelumnya, Pelaksana Tugas Wakil Ketua KPK Johan Budi Sapto Pribowo berkeras menolak RUU KPK inisiatif DPR.

"Ini kan slogannya (DPR) memperkuat, tapi kalau isi draf revisinya seperti itu yang pernah beredar di publik, artinya kan memperlemah," kata Johan di Gedung KPK, Jakarta, kemarin.

Johan pun terkejut dengan kenekatan anggota parlemen yang mengusulkan beleid tersebut untuk dibahas dalam tempo satu tahun ke depan. Johan juga mengutip pesan Presiden Jokowi untuk mendukung pemberantasan korupsi dengan penguatan kewenangan institusinya.

"Misalnya KPK tidak boleh lagi punya kewenangan tuntutan dan KPK umurnya hanya dibatasi 12 tahun, itu jelas tujuannya memperlemah," ujarnya.

(obs)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER