Jakarta, CNN Indonesia -- Eks Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Marzuki Alie menjadi saksi yang meringankan bagi terdakwa Suryadharma Ali dalam sidang pemeriksaan saksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Kemayoran, Jakarta, Senin (7/12).
Marzuki ditanyai perihal hubungan DPR dengan Kementerian Agama saat di bawah kepemimpinan Suryadharma. Ia juga ditanyai soal kuota sisa ibadah haji nasional yang diisi oleh anggota DPR beserta keluarga.
"Saya tadi jelaskan bahwa saya tidak tahu bagaimana mereka (anggota DPR) bisa bawa keluarga, tetapi faktanya ada keluarga yang ikut. Mungkin karena ada hubungan baik dengan menteri. Namun soal bagaimana kewenangan menteri memberikan itu, saya tidak tahu," kata Marzuki saat ditemui seusai sidang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kendati demikian, Marzuki berpendapat tidak ada penyalahgunaan wewenang dalam pemberian kuota haji kepada anggota DPR beserta keluarga. Hal ini karena mereka membayar biaya haji tersebut dengan dana pribadi.
"Karena ada yang meninggal, sakit, dan tidak bisa bayar, akhirnya terkumpul banyak (kuota sisa ibadah haji nasional). Kalau dikembalikan ke daerah, waktunya sedikit," katanya.
Oleh karena itu, kata Marzuki, Suryadharma menggunakan kewenangannya untuk mengisi kuota sisa ibadah haji nasional tersebut. Namun dengan ketentuan peserta harus membayar dengan dana pribadi.
Merujuk berkas dakwaan, Suryadharma dijerat dua kasus. Kasus pertama adalah kasus haji yang disebut merugikan negara Rp27 miliar.
Bekas Ketua Umum PPP ini disangka telah memanfaatkan pengadaan ibadah haji dengan cara melakukan korupsi dan penyelewengan di sektor pengadaan katering, pemondokan, transportasi dan atau penyelewengan kuota jemaah. Korupsi dilakukan dalam rentang anggaran 2010 hingga 2013.
Suryadharma didakwa memperkaya orang lain seperti jajaran pegawai negeri di Kementerian beserta anggota DPR seperti Hasrul Azwar. Hasrul disebut mendapat keuntungan senilai SAR 5,8 juta.
Atas perbuatannya tersebut, Suryadharma disangkakan melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto pasal 55 ayat 1 ke-1.
(rdk)