Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintah Republik Indonesia hingga kini belum mengetahui keberadaan pengusaha Riza Chalid yang terlibat dalam percakapan soal upaya perpanjangan kontrak karya Freeport bersama Ketua DPR Setya Novanto dan Presiden Direktur Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin.
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia dan Kepolisian RI pun belum meminta bantuan Interpol untuk melacak keberadaan Riza karena status pengusaha itu memang orang bebas, bukan buronan.
“Kalau mau Interpol (membantu), dia harus sudah masuk DPO (Daftar Pencarian Orang). Tapi ini kan belum,” kata Menkumham Yasonna Laoly di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (14/12).
Yasonna mengatakan, pemerintah RI bisa mengetahui di negara mana Riza berada, jika dia masih berada di Indonesia waktu pertama kali dilacak.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Kalau seperti itu sudah pasti ketahuan. Tapi kalau dia sudah keluar, misal ke Singapura, kami tidak bisa melacak lagi. Yang bisa tahu imigrasi di sana,” ujar Yasonna.
Pelacakan terhadap Riza, kata Yasonna, tergantung pada Kejaksaan Agung dan Mahkamah Kehormatan Dewan DPR sebagai pihak yang membutuhkan keterangannya.
“Jaksa Agung yang memerlukan keterangan dia. Kalau kami (Kemenkumham) hanya menunggu. Saya tidak punya kewenangan hukum yang lain kecuali pencegahan," ujar Yasonna.
Disebutnya Singapura oleh Yasonna membuat sang Menkumham ditanya lebih lanjut apakah posisi terakhir Riza yang diketahui pemerintah RI ialah di Singapura.
Yasonna pun menjawab singkat, “Biasanya dia begitu.”
Riza Chalid hari ini sesungguhnya dijadwalkan diperiksa oleh Mahkamah Kehormatan Dewan pukul 10.00 WIB sebagai saksi atas dugaan pelanggaran kode etik oleh Ketua DPR Setya Novanto dalam perkara Freeport.
Namun hingga siang ini Riza tak hadir di DPR. Sekretariat MKD pun menyatakan belum menerima konfirmasi kehadiran Riza
Pemeriksaan terhadap Riza pun batal berlangsung. Saat ini MKD memeriksa Luhut Binsar Pandjaitan dalam perkara yang sama. Nama Luhut disebut 66 kali dalam percakapan Setya-Riza-Maroef, membuat sang Menteri berang dan meminta dipanggil oleh MKD untuk memberikan penjelasan.
(agk)