Menjangkau si Miskin di Pelosok Sulawesi Lewat Teknologi

Prima Gumilang | CNN Indonesia
Selasa, 15 Des 2015 10:42 WIB
Masing-masing fasilitator desa mendapat tablet android untuk melaporkan kondisi riil di lapangan. Teknologi dipakai untuk mengatasi bantuan salah sasaran.
Posyandu di Kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan. (CNN Indonesia/Prima Gumilang)
Bantaeng, CNN Indonesia -- Sekitar pukul 10.00 WITA, Suriati datang ke Pos Perlindungan Sosial, Kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan. Perempuan 40 tahun berkerudung dan bertubuh kurus ini mengeluh.

"Kenapa saya dan keluarga enggak pernah dapat bantuan sosial ya, Pak?" ujarnya bertanya kepada petugas.

Suriati heran, sebab tetangganya di Desa Bonto Manai Kecamatan Bissapu kerap menerima bantuan uang tunai dan beras miskin (raskin).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Di Bonto Manai, Kelurahan memberikan bantuan uang tunai kepada keluarga tak mampu sebesar Rp200 ribu per kepala keluarga (KK). Sementara Kecamatan memberikan bantuan beras kepada keluarga miskin sebanyak 8 liter.

Mereka yang mendapatkan bantuan, kata Suriati, mestinya yang tergolong miskin. Tapi dia melihat tetangganya yang menerima bantuan justru mampu secara ekonomi.

"Tetangga saya yang dapat bantuan punya sawah luas, kendaraan pribadi, dan ada motor cakep semua. Saya tidak," kata Suriati getir. Warga Kecamatan Bissapu ini cemburu dengan ketidakadilan itu.
Suriati pernah didata oleh pemerintah daerah setempat sebagai penerima bantuan sosial. Namun bantuan yang diharapkan sampai sekarang tak kunjung tiba.

"Hidup kami pas-pasan. Tidak pernah mendapat bantuan padahal sudah didata. Kebanyakan malah orang mampu dapat bantuan itu," ujar Suriati kepada CNNIndonesia.com di Bantaeng.

Padahal Suriati butuh bantuan sosial tersebut. Terlebih penghasilan keluarganya tak menentu. Suriati mengurus rumah tangga sementara suaminya hanya bekerja sebagai buruh tani. Pasangan itu memiliki tiga anak dengan satu di antaranya menderita keterbelakangan mental.

"Hidup kami sulit. Penghasilan suami saya maksimal Rp100 ribu per bulan. Itu juga tidak menentu. Sedangkan saya tidak bekerja. Kalau dapat bantuan, bisa menolong sekali buat hidupi tiga anak," kata Suriati.
Selain mengadukan persoalan bantuan sosial yang tak kunjung turun ke petugas Pos Perlindungan Sosial, Suriati juga pernah melaporkan adanya anak difabel di keluarganya.

Pos Perlindungan Sosial, tempat warga mengadukan persoalan kemiskinan di Kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan. (CNN Indonesia/Prima Gumilang)
Suriati mengatakan seorang petugas program Pelayanan Terpadu Gerakan Masyarakat Peduli Kabupaten/Kota Sejahtera (Pandu Gempita) menyarankan kepadanya agar melapor ke Pos Perlindungan Sosial untuk mendapatkan bantuan.

Awal Desember dia melapor, namun hingga kini masih tak ada kepastian mengenai dana bantuan.

"Sepuluh hari berlalu sampai sekarang juga enggak ada kabar," kata Suriati kesal.
Persoalan salah sasar bantuan sosial juga terjadi di Desa Bonto Jai, Kabupaten Bantaeng. Sekretaris Desa, Sarifah Jum, mengatakan kesalahan tersebut terjadi sebab data yang dipakai untuk membagi bantuan sosial adalah data lama, yakni tahun 2011.

"Data ini sudah tidak sesuai lagi dengan kondisi riil," kata Sarifah.

Sementara itu Kepala Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Bantaeng, Syahrul Bayan, mengatakan sejauh ini pemerintah telah memberikan bantuan tunai (kini disebut Program Simpanan Keluarga Sejahtera) dan beras miskin kepada 11 ribu kepala keluarga di delapan kecamatan di Bantaeng.

Bantuan tersebut diberikan berdasarkan pendataan Program Perlindungan Sosial tahun 2011. "Itu data lama," ujar Syahrul.

Mereka yang menerima adalah warga yang memenuhi kriteria miskin, yakni yang tidak punya mata pencaharian tetap.
Sarifah mengatakan penggunaan data lama bisa menyebabkan salah sasar bantuan seperti yang terjadi pada Suriati. Sebabnya, kondisi ekonomi masyarakat tidak sama setiap tahunnya sehingga dibutuhkan pendataan baru.

Adanya salah sasar bantuan ini jelas melenceng dari tujuan program pemerintah, yakni membantu dan menyasar keluarga miskin. Salah sasar juga membuka potensi kecemburuan sosial.

"Untungnya tidak ada keributan akibat karut-marut data bagi-bagi sumbangan. Orang-orang desa masih mampu menahan diri dengan memegang kuat kekeluargaan dan nilai budaya lokal," ujar Sarifah.

Warga berkumpul mengadukan persoalan mereka di Kantor Desa Bonto Jai, Kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan. (CNN Indonesia/Prima Gumilang)
Pendataan Ulang

Menyadari potensi kekisruhan akibat pendataan yang tidak tepat, pemerintah memutuskan untuk melakukan pendataan ulang warga miskin dan rentan miskin yang membutuhkan perlindungan sosial. 

Awal Desember, puluhan petugas berkumpul di Kantor Bupati Bantaeng. Mereka mengadakan rapat koordinasi Pelaksanaan Uji Coba Sistem Layanan dan Rujukan Terpadu untuk Masyarakat Sejahtera (Selaras).

Selaras merupakan program yang dibentuk untuk mendata dan menangani keluhan warga.
Koordinator Pemerintah Daerah Selaras Pusat, Widya Setyanto, mengatakan Bantaeng menjadi salah satu kabupaten proyek uji coba, selain Kabupaten Sragen dan Sleman di Jawa Tengah, Kabupaten Sukabumi di Jawa Bara,t dan Kabupaten Belitung Timur. Uji coba di Bantaeng dimulai sejak 27 Agustus lalu. 

"Program ini rencananya akan dimulai Juli 2016 di 50 kabupaten dan kota. Targetnya, pemerintah punya satu data terintegrasi terkait warga miskin dan rentan yang butuh bantuan sosial," kata Widya.

Untuk uji coba tersebut, seluruh fasilitator di desa mendapatkan tablet android untuk menyampaikan temuan di lapangan. Lewat tablet itu, mereka akan melaporkan langsung kondisi warga.
Fasilitator mengusulkan ke supervisor di tingkat kecamatan. Usulan itu kemudian dikaji dan diputuskan ke tingkat kabupaten. Pemerintah daerah lalu memutuskan apakah usul itu dieksekusi langsung, atau diteruskan ke pemerintah pusat jika terkait program nasional.

Menurut Widya, selama ini banyak program perlindungan sosial tidak tepat sasaran. Keluarga miskin tidak mendapat raskin, dan siswa miskin tidak memperoleh bantuan sosial masyarakat.

“Selaras mengurangi itu karena fasilitatornya langsung ada di masyarakat. Bertemu, diskusi, dan hidup di tengah masyarakat,” kata Widya.

Selain menyampaikan keluhan warga, fasilitator juga melakukan verifikasi data lama yang ada di aplikasi Selaras. Selama empat bulan uji coba, mereka telah menampung sekitar 300 keluhan warga terkait program perlindungan sosial.

Dana Hibah Asing

Selama uji coba ini, 15 persen dana yang dipakai berasal dari bantuan hibah pemerintah Australia dan sisanya dukungan pemerintah daerah. Semua itu untuk mendukung fasilitas dan operasional Selaras.

Kepala Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi Bantaeng, Syahrul Bayan, mengatakan sebanyak 67 fasilitator dibekali bimbingan teknologi untuk memudahkan pengaduan warga secara langsung. 

“Itu semua terdeksi. Kami terima lewat aplikasi di ponsel yang kami gunakan,” kata dia.

Staf Khusus Menteri Sosial, Muhammad Mas’ud Said, mengatakan masa depan sebuah kabupaten/kota akan berjalan dengan baik manakala masalah sosial bisa diatasi. Penggunaan aplikasi berbasis teknologi ini, kata Mas’ud, dapat diukur dengan melihat seberapa mudah sistem itu bisa hadir di tengah masyarakat dan seberapa luas jangkauannya. (utd)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER