Menteri Marwan Curhat soal Hambatan Penerapan UU Desa

Prima Gumilang | CNN Indonesia
Selasa, 15 Des 2015 23:49 WIB
Undang-undang Desa dibentuk agar aparat desa bisa membangun dan menata dirinya secara mandiri. Dalam pelaksanaanya masih ada beberapa tantangan.
Menteri Marwan Jafar mengatakan masih ada hambatan dalam penerapan Undang-undang Desa. (Dok. Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi)
Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Marwan Jafar mengakui bahwa pelaksanaan Undang-undang Nomor 6 tahun 2014 Tentang Desa masih mengalami berbagai hambatan dan tantangan. Padahal keberadaan undang-undang tersebut memberi harapan dan peluang bagi desa untuk membangun dan menata desa secara mandiri.

Hambatan pertama, kata Marwan, adanya fragmentasi penafsiran Undang-Undang Desa di tingkat elit. Hal ini berimplikasi pada proses implementasi dan pencapaian mandat yang tidak utuh, bahkan mengarah pada pembelokan terhadap mandat Undang-Undang Desa.

Di tingkat pemerintahan desa, kata Marwan, kerap terjadi pragmatisme yang mengarah pada hilangnya kreativitas dalam menggali sumber daya lokal di desa. Hal ini menjadi hambatan kedua.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dana desa yang seharusnya dimanfaatkan untuk meningkatkan kemandirian dan kesejahteraan masyarakat desa, hingga kini belum digunakan secara optimal untuk menggali sumber pendapatan baru melalui investasi produktif yang dijalankan oleh masyarakat.

"Penggunaan Dana Desa masih melakukan replikasi atas village project sebelumnya yang bias pembangunan infrastruktur," kata Marwan dalam acara Rembug Nasional Desa Membangun Indonesia di Jakarta, Selasa (15/12).

Persoalan berikutnya, kata Marwan, demokratisasi di desa masih menghadapi kendala praktik administratif. Aparat daerah cenderung melakukan tindakan kepatuhan dari pusat untuk mengendalikan pemerintah desa, termasuk dalam hal penggunaan dana desa.

Padahal menurutnya, Undang-Undang Desa telah mengakui kewenangan yang dimiliki oleh desa dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat berdasarkan hak asal-usul, adat istiadat, dan nilai sosial budaya secara demokratis dan partisipatif.

“Demokratisasi desa juga terkendala oleh lemahnya tingkat partisipasi yang substantif dan konstruksif dari masyarakat Desa. Pada dimensi inilah pemerintah dan pemerintah daerah dapat berperan aktif untuk membina dan memberdayakan masyarakat desa dalam rangka meningkatkan kualitas partisipasi mereka,” tandasnya.

Permasalahan selanjutnya, menurut Marwan menyangkut masalah penguasaan rakyat atas tanah dan sumber daya alam. Hal ini belum terintegrasi dan belum menjadi basis dari proses pembangunan dan pemberdayaan desa.

Masalah struktural seperti konflik agraria, kepastian hak Desa atas wilayahnya dan kedaulatan dalam mengatur ruang Desa belum tercermin dalam kebijakan pembangunan dan pemberdayaan Desa.

Hambatan kelima mengenai praktik pelaksanaan Musyawarah Desa cenderung patriarki. Peran perempuan mengalami marjinalisasi. Misalnya ketika mereka menyampaikan usulan yang berkaitan dengan kepentingan tubuh, nalar, dan keberlangsungan hidupnya.

Persoalan terakhir, kata Marwan, tata ruang kawasan pedesaan harus tunduk pada tata daerah. Aturan ini cenderung tidak sesuai dengan aspirasi desa. Pembangunan desa skala lokal terkendala dengan pola kebijakan tata ruang pedesaan yang berpola “top-down”.

"Hal ini tidak jarang menyebabkan Desa kehilangan akses sumber daya akibat kebijakan tata ruang yang belum mengakomodir aspirasi Desa,” tandasnya.

Marwan berharap, kegiatan rembug nasional ini bisa menghasilkan konsensus mengenai sikap dan langkah terkait implementasi Undang-undang desa secara lebih utuh dan substantif. (sur)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER