Jakarta, CNN Indonesia -- Pelaksana Tugas (Plt) Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Taufiequrrahman Ruki menegaskan bahwa dirinya bersama dengan empat pimpinan lainnya menolak pelemahan KPK melalui revisi Undang-undang Nomor 30 tahun 2002.
Dengan nada tinggi, Ruki mengatakan bahwa dirinya tidak pernah setuju dengan poin-poin dalam draf revisi UU KPK yang sangat melemahkan lembaga antirasuah tersebut.
Ruki menyatakan hal ini karena adanya tudingan bahwa dirinya setuju dengan revisi UU KPK tersebut dalam rapat dengar pendapat dengan DPR beberapa saat lalu.
"Perlu saya jelaskan bahwa kami menerima surat dari presiden pada Oktober lalu. Isinya adalah menanyakan pendapat pimpinan KPK tentang pembicaraan hangat di DPR soal revisi UU KPK," kata Ruki saat konferensi pers di KPK, Jakarta, Selasa (15/12).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ruki menjelaskan bahwa dirinya kompak dengan pimpinan lainnya menolak revisi UU KPK tersebut. Ia mengatakan pihaknya menyatakan akan menerima revisi tersebut asal dampaknya menguatkan KPK.
Hal senada juga diungkapkan Plt Wakil Ketua KPK Johan Budi. Ia mengatakan pihaknya menyarankan bahwa KPK harus punya penyidik sendiri sehingga tidak bergantung pada penyidik kepolisian dan kejaksaan.
KPK juga menyarankan bahwa kewenangan dewan pengawas KPK hanya boleh seputar etika. Soal kewenangan surat perintah pengehentian penyidikan (SP3), Johan juga berpendapat KPK tidak boleh mengeluarkan surat tersebut.
"Kalau mau merevisi soal kewenangan penyadapan, kami sampaikan bahwa itu berarti KUHAP serta UU Nomor 31/1999 harus direvisi terlebih dahulu. Saya perlu jelaskan bahwa sampai hari ini lima pimpinan KPK solid menolak revisi UU KPK," katanya.
Selain melakukan klarifikasi tersebut, Johan juga menegaskan bahwa dalam KPK seluruh pimpinan setara dan tidak ada dominasi dari satu pimpinan ke pimpinan lainnya.
"Kami semua bekerja secara kolektif kolegial. Saya pun meski pelaksana tugas, bekerja selayaknya pimpinan," ujarnya.
(sur)