Jakarta, CNN Indonesia -- Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menilai pelarangan ojek atau taksi daring Kementerian Perhubungan terlambat dikeluarkan. Oleh karena itu, keputusan ini diperkirakan tidak akan efektif berjalan.
Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi mengatakan larangan ini muncul di saat ojek atau taksi daring sudah tumbuh subur.
"Bak cendawan di musim hujan, bukan hanya ojek pangkalan tetapi justru yang menjadi fenomena adalah ojek yang berbasis aplikasi. Oleh karena itu Kemenhub tidak bisa serta merta melarang," kata Tulus melalui pernyataan yang diterima CNN Indonesia, Jumat (18/12).
Tulus melihat tumbuh suburnya sepeda motor dan ojek dilatarbelakangi dari kegagalan pemerintah dalam menyediakan angkutan umum yang layak dan terjangkau.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tulus mengatakan jika pemerintah belum mampu menyediakan akses memadai angkutan umum, termasuk menjamin keamanan dan keselamatan bagi penggunanya, larangan ini lebih baik tidak dikeluarkan.
Keberadaan ojek, katanya, mampu mengatasi persoalan transportasi bagi warga di tengah kemacetan lalu lintas yang semakin meningkat.
"Oleh karena itu, YLKI mendesak Kemenhub dan pemerintah daerah untuk memperbaiki pelayanan angkutan umum. Jangan sampai hanya bisa melarang tapi tak bisa kasih solusi," kata Tulus.
Sementara itu, Direktur untuk Indonesia dari Institute for Transportation and Development Policy, Yoga Adiwinarto, mengatakan keputusan pelarangan tersebut bukti pemerintah menutup mata dengan munculnya fenomena baru, penggunaan ojek atau taksi berbasis daring.
"Policy tentang angkutan umum minimal beroda tiga yang berbadan hukum itu sudah lama sebenarnya. Sekarang mau menerapkan, kesannya, kok dipaksakan," kata Yoga.
Yoga menduga ada kepentingan pihak lain yang didesakkan di balik keputusan pemerintah melarang ojek dan taksi daring.
"Saya melihatnya ada konteks kepentingan di sini. Adanya ojek dan taksi daring mematikan bisnis usaha lainnya, makanya mereka mati-matian mendorong pemerintah untuk melarang," ujar Yoga.
Sebelumnya, pemerintah, melalui Kementerian Perhubungan melarang seluruh ojek maupun taksi berbasis daring karena dinilai tidak memenuhi ketentuan sebagai angkutan umum.
Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan Djoko Sasono dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis mengatakan pelarangan beroperasi tersebut tertuang dalam Surat Pemberitahuan Nomor UM.3012/1/21/Phb/2015 yang ditandatangani oleh Menteri Perhubungan Ignasius Jonan, tertanggal 9 November 2015.
"Sehubungan dengan maraknya kendaraan bermotor bukan angkutan umum dengan menggunakan aplikasi internet untuk mengangkut orang dan/atau barang, perlu diambil langkah bahwa pengoperasiannya dilarang," katanya.
Djoko mengatakan surat tersebut juga ditujukan untuk Korps Lalu Lintas Polri, para kapolda dan gubernur di seluruh Indonesia.
Pelarangan tersebut, katanya, sesuai dengan ketentuan Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan serta Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2014 tentang Angkutan Jalan.
(utd)