Yusril Ihza Membeberkan Alasan jadi Pengacara RJ Lino

Aghnia Adzkia | CNN Indonesia
Sabtu, 19 Des 2015 12:50 WIB
Yusril menilai tugas pengacara sama dengan aparat lainnya, dan ia juga memiliki tujuan untuk memberikan pemahaman bahwa tuntutan negara tidak selalu benar.
Kuasa hukum dari kubu Aburizal Bakrie, Yusril Ihza Mahendra di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), Jakarta, Senin, 18 Mei 2015. (CNN Indonesia/Safir Makki)
Jakarta, CNN Indonesia -- Pakar hukum tata negara, Yusril Ihza Mahendra mengungkapkan alasannya menjadi kuasa hukum Direktur Utama Pelindo II, RJ Lino yang tengah dijerat kasus korupsi pengadaan Quay Container Crane tahun anggaran 2010 oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Yusril mengatakan beberapa waktu yang lalu RJ Lino dengan stafnya datang ke kantor Ihza Ihza Law Firm, dan meminta pihaknya menangani perkara tersebut karena sudah dinyatakan tersangka oleh Badan Reserse Kriminal (Bareskrim).

“Kami menyanggupi permintaan tersebut dan telah menyiapkan tim lawyer untuk menangani perkara yang diketuai oleh Dr. Bagindo Fachmi, SH, MH,” ujarnya dalam keterangan resmi, Sabtu (19/12).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ia mengaku pihaknya menyanggupi permintaan tersebut karena selaku pengacara, memiliki tugas seperti aparat hukum lainnya. Yusril menegaskan, kedudukan antara tersangka dan pelapor dalam hal ini KPK, adalah sama di mata hukum.

“Mengapa kami bersedia menangani perkara RJ Lino? Kami berkeyakinan bahwa tugas kami sebagai advokat adalah lebih kurang sama dengan polisi, jaksa, hakim dan KPK. Negara, dalam hal ini diwakili KPK, berwenang untuk menyatakan salah seorang warganya sebagai tersangka pelaku tindak pidana dan jika cukup bukti berwenang pula untuk menuntutnya ke pengadilan. Dalam proses seperti itu, kedudukan negara dan warganya adalah seimbang,” jelasnya.

Menurutnya, hal itu adalah inti dari doktrin negara hukum. Ia menilai aparatur negara wajib menegakkan hukum dengan benar dan adil (due process of law) tidak boleh sembarangan apalagi sewenang-wenang. Ia menyatakan, sebagai advokat berkewajiban mengawal semua proses itu agar hak-hak tersangka tetap terjamin dan kewenangan negara dijalankan oleh aparatnya secara adil dan proporsional.

“Begitu juga dalam menggunakan landasan hukum dan pengumpulan alat bukti, advokat akan bersikap kritis apakah landasan dan argumentasi hukum yang digunakan aparatnya tepat dan apakah alat bukti cukup dan relevan dengan perkara atau tidak,” katanya.

Ia menilai semua ini bermuara pada satu tujuan, yakni penegakan hukum yang benar dan adil dan agar prosesnya berjalan dengan benar dan adil pula sehingga hukum tegak dengan seadil-adilnya.

“Dalam hukum pidana, kebenaran materiil adalah mutlak harus dicapai. Tidak boleh hanya asumsi-asumsi. Apalagi asumsi yang dibangun oleh politisi dan orang awam melalui media massa. Karena ini menyangkut hak dan kebebasan warga negara, apabila tersangka atau terdakwa terbukti bersalah, maka jatuhkan hukuman dengan adil,” katanya.

Namun, lanjut Yusril, jika tidak terbukti, maka aparatur negara jangan memaksakan diri menghukum orang yang tidak bersalah. Menurutnya tersangka wajib dibebaskan dengan keadilan, dan negara wajib memulihkan nama baiknya di tengah-tengah masyarakat.

“Itu prinsip saya dalam melakukan penanganan perkara. Saya tidak akan lari dari prinsip ini,” katanya.


Pemahaman kepada Masyarakat


Yusril menambahkan, tanpa advokat yang bekerja dengan jujur dan berintegritas, penegakan hukum akan pincang, seenaknya dan sewenang-wenang. Karena itu, ia menilai tersangka atau terdakwa wajib didampingi oleh penegak hukum apalagi dia diancam pidana di atas lima tahun.

“Semua itu diatur dalam KUHAP kita. Masyarakat kita harus dididik untuk memahami proses penegakan hukum dan memahami fungsi advokat sebagai penegak hukum. Selama ini masyarakat awam telah diracuni oleh pikiran-pikiran konyol seolah advokat membela klien membabi buta karena mendapat bayaran. Mereka lupa bahwa polisi, jaksa, KPK dan semua aparat penegak hukum negara itu digaji dan dibiayai dengan uang rakyat yang tidak sedikit setiap tahunnya,” jelasnya.

Ia menyatakan pikiran-pikiran kolonial yang didasarkan pada Herziene Inlandsch Reglement (HIR) Hindia Belanda -yang menempatkan aparatur negara dianggap selalu benar dan rakyat pribumi sebagai "pesakitan" yang tak berdaya berhadapan dengan negara kolonial- sudah seharusnya dienyahkan.

“Aneh, masih banyak orang yang punya pikiran dan sikap seperti itu di negara hukum yang sudah 70 tahun,” katanya. (gir)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER