Jakarta, CNN Indonesia -- Nota kesepahaman (
Memorandum of Understanding) antara Dewan Pers dengan Kepolisian Republik Indonesia yang membedakan penanganan perkara pers dengan perkara lain dianggap belum banyak diketahui polisi di berbagai daerah.
Ketidaktahuan aparat kepolisian terhadap MoU tersebut menimbulkan dampak negatif bagi kegiatan wartawan.
LBH Pers menilai, hal itu menjadi penyebab banyaknya perkara bidang jurnalisme yang justru ditangani berdasarkan pasal-pasal dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kepolisian tidak terlalu menepati MoU antara Dewan Pers dengan Polri. Beberapa kasus ada yang ditangani Polri walaupun berkaitan dengan ranah pers. Bahkan banyak polisi di daerah itu sebenarnya tidak tahu keberadaan MoU itu sampai sekarang," ujar Kepala Divisi Riset dan Jaringan LBH Pers Asep Komarudin di Cikini, Jakarta, Selasa (22/12).
MoU antara Dewan Pers dengan Polri telah disepakati sejak Februari 2012. Dalam MoU itu disebutkan, penanganan perkara berkaitan dengan dunia jurnalisme akan dilakukan oleh Dewan Pers mengacu pada kode etik jurnalisme yang berlaku.
Lembaga kepolisian dapat membantu penanganan perkara jurnalisme jika dibutuhkan. Namun, jika terdapat dugaan perkara di bidang pers, maka proses penyidikan harus berpedoman pada Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
Sepanjang tahun ini tercatat ada beberapa perkara terkait dunia jurnalisme yang diadukan masyarakat kepada lembaga kepolisian.
Beberapa minggu lalu contohnya, saat televisi berita nasional Metro TV diadukan karena konten tayangan yang dianggap tak seimbang oleh mantan Ketua DPR Setya Novanto.
Sebelumnya, aparat kepolisian juga melakukan penarikan terhadap majalah pers mahasiswa di Salatiga, Jawa Tengah.
Majalah Lentera edisi "Salatiga Kota Merah" yang diterbitkan Universitas Kristen Satya Wacana pada 9 Oktober itu ditarik dari peredaran karena mempublikasikan karya jurnalistik terkait dampak peristiwa Gerakan 30 September 1965 bagi Kota Salatiga.
"Karena mungkin di level bawah, tidak semua bisa menerima (majalah ini). Ada pro dan kontra," kata Staf Humas Mabes Polri Ajun Komisaris Besar Achmad Sabri memberikan penjelasan terkait penarikan majalah tersebut, pada 25 Oktober lalu.
(meg)