Anggota Dewan Pers Sebut Metro TV Imbang soal Setya Novanto

Yohannie Linggasari | CNN Indonesia
Kamis, 17 Des 2015 16:15 WIB
Metro TV tak bisa disalahkan karena memutar rekaman video sidang tertutup Setya dengan MKD. Metro TV hanya menerima bocoran sidang, bukan pihak pembocor.
Anggota Dewan Pers dan LBH Pers menilai Metro TV tak melanggar kode etik dalam menyiarkan sidang tertutup Setya Novanto dan MKD. (CNN Indonesia/Yohannie Linggasari)
Jakarta, CNN Indonesia -- Ketua Komisi Hukum Dewan Pers Yosep Adi Prasetyo yang biasa disapa Stanley berpendapat Metro TV telah berimbang dalam Setya Novanto. Setya sebelumnya melaorkan Pemimpin Redaksi Metro TV Putra Nababan ke Mabes Polri.

"Laporan yang masuk ke kami adalah Metro TV dikatakan tidak memberikan panggung yang cukup untuk Novanto. Ketika kami cek ke Metro TV, kami melihat sudah ada siaran yang dimuat tentang pembelaan Novanto," kata Stanley pada konferensi pers di Lembaga Bantuan Hukum Pers, Jakarta, Kamis (17/12).

Tayangan Metro TV soal Setya Novanto tersebut, ujar Stanley, telah dimuat tanpa rekayasa atau pengeditan yang mengubah konten. Oleh karena itu ia menilai Metro TV tidak melanggar kode etik jurnalisme.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Namun ini merupakan kesimpulan pribadi. Saya akan berikan jawaban ini saat sidang pleno Dewan Pers nanti," kata Stanley.

Ia pun menilai Metro TV tidak bisa disalahkan karena memutar rekaman video sidang tertutup Setya Novanto dengan Majelis Kehormatan Dewan. Pasalnya, Metro TV dinilai hanya sebagai pihak yang menerima bocoran rekaman sidang tersebut.

"Malah seharusnya anggota MKD yang dihukum karena pembocornya kan di dalam sidang tersebut. Berarti pimpinan MKD tidak bisa menjaga kerahasiaan sidang tertutup tersebut," ujar Stanley.
Direktur Eksekutif LBH Pers Nawawi Bahrudin berpendapat Setya Novanto yang diwakili kuasa hukumnya seharusnya menggunakan mekanisme penyelesaian pemberitaan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.

"Seharusnya laporan dimasukkan ke Dewan Pers, bukannya langsung melapor ke Kepolisian. Sikap Setya Novanto tidak selaras dengan mekanisme penyelesaian sengketa pers yang diatur dalam UU Pers," kata dia.

Nawawi juga merujuk pada putusan Mahkamah Agung Nomor 1608/K.Pid/2005 yang menyatakan UU Pers disamakan dengan primat privilege yang berarti UU Pers harus didahulukan dibanding aturan pidana lainnya.

"Sehingga bila ada protes akan pemberitaan, maka harus mengutamakan mekanisme penyelesaian sengketa pers dalam UU tersebut," ujar Nawawi.
Pengamat kepolisian Bambang Widodo Umar berpendapat kepolisian seharusnya mematuhi dan merujuk pada nota kesepahaman nomor 01/DP/MoU/II/2012 antara Dewan Pers dengan Kepolisian RI tentang Koordinasi dalam Penegakan Hukum dan Perlindungan Kemerdekaan Pers.

"Dalam nota kesepahaman itu, disepakati bahwa laporan atas pemberitaan dilimpahkan kepada Dewan Pers, bukan diproses oleh polisi," kata Bambang.

Masalahnya, kata Bambang, sosialisasi terkait nota kesepahaman tersebut tidak dilakukan secara baik. Akibatnya banyak polisi di level bawah atau yang bertugas di daerah tidak mengetahuinya.

Hal ini kemudian berdampak pada pemrosesan laporan atas pemberitaan oleh kepolisian yang seharusnya dilimpahkan ke Dewan Pers.

Novanto melaporkan Pemimpin Redaksi Metro TV Putra Nababan karena dianggap mencemarkan nama baiknya lewat pemberitaan Metro TV.

Putra menyayangkan pelaporan dirinya ke Bareskrim Polri. Ia menganggap ini merupakan sebuah ironi lantaran Setya Novanto merupakan anggota Dewan yang notabene lembaga pembuat undang-undang.

“Pelaporan yang dilakukan Setya Novanto merupakan batu ujian bagi pers saat ini,” kata Putra. (agk)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER